Kamis 03 Dec 2020 15:50 WIB

PPATK: Jaringan Terorisme Lakukan Pendanaan Melalui Fintech

Jaringan terorisme memanfaatkan layanan payment gateway dan cryptocurrency.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi jaringan terorisme melakukan pendanaan memanfaatkan layanan perusahaan teknologi finansial atau fintech. Berdasarkan hasil analisis PPATK serta proses penyelidikan dan penyidikan Densus 88 Antiteror Polri, jaringan terorisme melakukan transaksi keuangan dengan memanfaatkan layanan payment gateway dan cryptocurrency

"Pemanfaatan ini dilakukan khususnya pada fase pengumpulan dana, di mana finctech memberikan kemudahan bagi para simpatisan untuk menyalurkan dana," ujar Kepala PPATK Dian Ediana Rae kepada Republika.co.id, Kamis (3/12).

Baca Juga

Hal ini disampaikan Dian untuk menindaklanjuti pernyataannya dalam Webinar bertema 'Membedah Tindak Pidana Siber sebagai Tindak Pidana Asal TPPU', Selasa (1/12) lalu, tentang perkembangan modus kejahatan seiring kemajuan teknologi, begitu juga terorisme. Untuk mengantisipasi hal tersebut, PPATK bekerjasama dengan regulator terus berupaya memperluas jangkauannya untuk memasukan perusahaan fintech sebagai pihak pelapor. 

Dian mengatakan, saat ini sebagian perusahaan itu telah memberi laporan dan data kepada PPATK. "Ini dimanfaatkan untuk proses analisis guna mendukung proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pendanaan terorisme," kata Dia.

Selain itu, untuk mengantisipasi pendanaan terorisme melalui fintech juga pemerintah meningkatkan kolaborasi berbagai pihak. Salah satunya, dengan mengoptimalkan kerja Satuan Tugas (Satgas) Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) melalui instrumen Resolusi Dewan Keamanan PBB 1373. Dian mengatakan, satgas yang unsur BNPT, Densus 88 AT Polri, PPATK, Kementerian Luar Negeri, Ditjen Imigrasi, dan Ditjen Bea dan Cukai, itu berupaya melakukan disrupsi transaksi keuangan kelompok terorisme. 

Yakni dengan mengidentifikasi dan mengajukan penetapan pengadilan atas entitas dan individu terduga teroris ke dalam DTTOT. "Selanjutnya DTTOT tersebut disebarkan ke seluruh penyedia jasa keuangan untuk dilakukan pemblokiran serta-merta transaksi (freezing without delay," kata Dian.

Tim ini, kata Dian, pada tahun 2020 telah melakukan dua kali pencantuman DTTOT, yaitu pertama pencantuman dua entitas dan enam individu terkait jaringan Abu Ahmed Foundation dan kedua pencantuman tiga entitas dan 13 individu terkait jaringan Mujahidin Indonesia Timur.

Selain itu, saat ini PPATK sedang dalam proses pembangunan aplikasi Sistem Informasi Terduga Pendanaan Terorisme (SIPENDAR) sebagai bentuk upaya meningkatkan efektivitas pertukaran informasi dalam rangka penanganan tindak pidana pendanaan terorisme. 

"SIPENDAR akan meningkatkan upaya deteksi dan pelaporan data oleh penyedia jasa keuangan, serta meningkatkan akeselerasi penyampaian dan pemanfaatan data oleh otoritas penegak hukum dan intelijen di Indonesia," katanya

Sebelumnya dalam Webinar bertema 'Membedah Tindak Pidana Siber sebagai Tindak Pidana Asal TPPU', Selasa (1/12) lalu, Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan modus kejahatan juga berkembang seiring kemajuan teknologi, begitu juga terorisme. "Bagaimana teroris sekarang jadi go virtual, baik dalam propaganda politik, atau dengan penghimpunan dana itu sangat berbahaya," ujar Dian.

Dian menilai perlu antisipasi kelompok teroris memanfaatkan teknologi untuk mempropraganda paham atau ideologinya atau mengumpulkan dana untuk membiayai kejahatan teror. Karena itu, Dian menyebut PPATK dan aparat penegak hukum harus bisa mengantisipasi peluang pendanaan terorisme menggunakan teknologi digital.

"Bisa kita terjebak niatnya untuk sumbangan sosial tetapi yang menerima itu teroris, nah saya kira ini merupakan satu tantangan yang perlu dikupas lebih dalam," kata Dian. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement