Kamis 03 Dec 2020 15:36 WIB

Bangladesh Relokasi Pengungsi Rohingya ke Pulau Terpencil

Kelompok HAM meragukan keamanan di Bhasan Char.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Ibu dan anak Muslim Rohinggnya. (ilustrasi)
Foto: Anadolu Agancy
Ibu dan anak Muslim Rohinggnya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh telah memulai proses relokasi pengungsi Rohingya ke sebuah pulau terpencil bernama Bhashan Char yang berlokasi di Teluk Benggala, Kamis (3/12). Sejumlah organisasi hak asasi manusia (HAM) sebelumnya telah menyerukan Bangladesh membatalkan rencana tersebut.

Sebanyak 400 pengungsi dilaporkan telah dibawa dari kamp Ukhiya di Cox's Bazar ke pelabuhan Chittagong dengan menggunakan 10 bus. Iring-iringan kendaraan dikawal oleh polisi. Mereka dijadwalkan diangkut ke Bhashan Char pada Kamis malam waktu setempat.

Baca Juga

Menurut otoritas Bangladesh, para pengungsi Rohingya yang termasuk dalam rombongan itu telah setuju untuk direlokasi. "Mereka pergi ke sana dengan senang hati. Tidak ada yang dipaksa. Pemerintah telah mengambil semua langkah untuk menangani bencana, termasuk kenyamanan hidup dan mata pencaharian mereka,” ujar Mohammed Shamsud Douza, wakil pejabat pemerintah Bangladesh yang bertanggung jawab atas pengungsi Rohingya.

Pada gelombang pertama, Bangladesh berencana merolokasi sebanyak 2.500 pengungsi. Hal itu turut bergantung pada air pasang. Sebab perjalanan dari pelabuhan Chittagong ke Bhashan Char memakan waktu beberapa jam.

Organisasi HAM Amnesty International segera menyoroti dimulai proses relokasi para pengungsi Rohingya. Mereka masih menyangsikan keamanan di Bhasan Char. "Pihak berwenang harus segera menghentikan relokasi lebih banyak pengungsi ke Bhashan Char," kata Juru Kampanye Amnesty International untuk Asia Selatan Saad Hammadi dalam sebuah pernyataan.

Kelompok advokasi Refugees International yang berbasis di Amerika Serikat (AS) mengatakan rencana relokasi "berpandangan pendek dan tidak manusiawi". Sementara Fortify Rights Group mengatakan relokasi mungkin "dipaksakan dan tidak disengaja". Mereka pun memiinta proses itu segera dihentikan.

Pekan lalu, Bangladesh mengumumkan akan melanjutkan rencananya merelokasi pengungsi Rohingya. “Target kami adalah merelokasi sekitar 100 ribu pengungsi secara bertahap. Kami ingin memindahkan beberapa dari mereka (pengungsi Rohingya) sedini mungkin, dan kami ingin memanfaatkan mendekatnya musim dingin untuk efek ini," kata kepala urusan Myanmar di Kementerian Luar Negeri Bangladesh Md. Delwar Hossain, dikutip laman Anadolu Agency pada 29 November lalu.

Salah satu pendiri Free Rohingya Coalition, Ro Nay San Lwin, mengkritik kebijakan relokasi pengungsi Rohingya ke Pulau Bhasan Char. Dia menyebut meskipun Bangladesh telah membangun tempat tinggal dan fasilitas lain di pulau tersebut, para pengungsi enggan dipindahkan. "Mereka takut akan diisolasi setelah dipindahkan ke Bhasan Char," katanya.

Menurut dia, pengungsi yang mengalami trauma tidak boleh dipaksa untuk pindah. "Kami memahami situasi kamp Cox's Bazar, tetapi permohonan pengungsi harus dihormati. Menekan Myanmar untuk menerima mereka kembali dengan kewarganegaraan penuh dan perlindungan adalah satu-satunya solusi," ujar Lwin.

Kepala Amnesty International untuk Asia Selatan Omar Waraich mengungkapkan Bhashan Char belum dianggap aman untuk tempat tinggal manusia. Selain itu masih ada pertanyaan serius mengenai prosedur relokasi pengungsi. “Berdasarkan pengalaman mereka yang telah berbicara dengan Amnesty International, banyak orang Rohingya yang telah mendaftar untuk pindah ke Bhashan Char melakukannya karena paksaan dan bukan pilihan,” kata Waraich.

Saat ini terdapat sekitar 1,2 juta pengungsi Rohingya di Cox's Bazar. Mereka mulai mendatangi wilayah tersebut pada Agustus 2017. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement