Kamis 03 Dec 2020 13:12 WIB

Ambivalensi Kebijakan Pandemi Covid-19

Penanganan pencegahan pandemi Covid-19 harus adil

Di tengah suasana pandemi sembari mengenakan masker, petugas Kemensos memberikan beras kepada warga penerima paket sembako bantuan pemerintah tahap lima kepada warga di Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten.
Foto: MUHAMMAD IQBAL/ANTARA FOTO
Di tengah suasana pandemi sembari mengenakan masker, petugas Kemensos memberikan beras kepada warga penerima paket sembako bantuan pemerintah tahap lima kepada warga di Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Egi Purnomo Aji, Mahasiswa FH UAD Yogyakarta

Netizen twitter akhir-akhir memviralkan tagar “#Indonesiaterserah”. Tagar itu tak lain sebagai sarana penyaluran rasa frustasi, kekecewaan, dan ketidakpedulian masyarakat terhadap penanganan Coronavirus Disease-2019 (Covid-19) oleh pemerintah.

Keresahan Netizen twitter bukanlah muncul secara tiba-tiba melainkan bentuk protes atas inkonsistensi dan ketidaktegasan Pemerintah dalam penerapan penanganan protokol kesehatan terutama terkait tidak menciptakan kerumunan (Kompas.com,15/11/2020). 

Dengan tetap digulirkannya “Pilkada Serentak” dan diikuti kegiatan kerumunan lain jelas menyiratkan bahwa penanganan Covid-19 sangat tidak optimal, (DetikNews,13/11/2020). 

Covid-19

Pandemi Covid-19 yang penyebarannya begitu cepat bahkan menyerang orang tanpa gejala dikhawatirkan makin melumpuhkan aktivitas masyarakat dan pemerintah.

Sejatinya tingginya tingkat penularan Covid-19 mengharuskan Pemerintah dengan segera mengambil upaya preventif (pencegahan) untuk mengatasi pandemi dan dampak yang ditimbulkannnya. Sayangnya terdapat inkonsistensi dan ketidaktegasan Pemerintah dalam penerapan kebijakan ataupun imbauan yang ditetapkan, terutama terkait boleh tidaknya mengadakan kerumunan. 

Inkonsistensi dan Ketidaktegasan Pemerintah

Sungguh ironi, melihat perbedaan tindakan yang dilakukan pejabat negara sejauh ini. Perlakuan dengan membeda-bedakan itu jelas mengkhianati teori equality before the law. Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Jadi, semestinya semua orang diperlakukan sama di depan hukum. Teori ini merupakan manifestasi (perwujudan) negara hukum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI/1945.

Pasal 7 UU Kekarantinaan Kesehatan sendiri menyatakan bahwa, “Setiap orang memiliki hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan”. Akan tetapi realitas yang kita saksikan, perlakuan itu sangat bertolak belakang dengan teori tersebut. 

Pemerintah sebagai aparat negara dengan segala upayanya diharapkan segera mengevaluasi penerapan kebijakan protokol kesehatan khususnya yang masih dirasa membeda-bedakan. Hal ini agar timbul rasa percaya masyarakat yang diejawantahkan  melalui kebijakan yang konsisten. Tagar #Indonesiaterserah, bukti masyarakat menyadari inkonsistensi dan ketidaktegasan kebijakan pemerintah selama ini.

Regulasi Penegakan Protokol Kesehataan

Sebenarnya, “Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Coronavirus Disease-2019 (Covid-19)” telah dengan tegas menekankan pentingnya konsistensi kepatuhan protokol kesehatan Covid-19 dan mengutamakan keselamatan rakyat. 

Hal ini sejalan dengan teori “Salus populi suprema lex esto” yaitu keselamatan/kesejahteraan rakyat merupakan hukum tertinggi (Cicero,1928:467). Prinsip itu selaras pula dengan pembukaan UUD NRI 1945 bahwa pejabat negara mengemban amanat sebagai pelayan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 

Akhirnya, pemerintah terikat tanggung jawab untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat melingkupi kesehatan sebagai upaya untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfil) melalui langkah yang konsisten dan tegas.

Membangun Kesadaran Masyarakat

Pimpinan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengingatkan agar masyarakat tetap waspada dan terus melakukan tindakan pencegahan seraya dunia menunggu vaksin yang ampuh. "Kita mungkin lelah dengan Covid-19, namun virus itu tidak bosan dengan kita”, demikian Tedros mengingatkan.

Koordinasi Kebijakan

Dalam hemat penulis sebagai seorang mahasiswa, pemerintah dapat meningkatkan dan mengembalikan kesadaran dan kepercayaan masyarakat tentang pentingnya penerapan protokol kesehatan.

Hal itu dilakukan melalui: Pertama, sinergi dan koordinasi, serta kolaborasi (kerjasama) antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, para pemangku kepentingan terkait dan para influencer (orang yang memiliki pengaruh/peran penting dalam komunitas tertentu) dengan melakukan kampanye yang lebih jelas dan terarah.

Atau dengan kata lain, melakukan komunikasi yang lebih efektif hingga ke akar rumput, melalui pelbagai media dan metode yang sesuai dengan keragaman usia, pendidikan dan budaya masyarakat/kearifan lokal. Ini misalnya bekerjasama dengan Deddy Corbuzier yang memiliki pengaruh luarbiasa di dunia Youtube. 

Kedua, mempermudah akses kesehatan dengan informasi yang jelas dan terus-menerus sehingga masyarakat cepat melakukan tindakan pemeriksaan, pengobatan dan isolasi mandiri ketika terinfeksi.

Ketiga, seharusnya Pemerintah atau pihak terkait terlebih (Bawaslu yang bertanggung jawab pada Pilkada dan Habib Rizieq Shihab) untuk lebih bijak serta memberikan keteladanan kepada masyarakat tentang pentingnya penerapan protokol kesehatan. Dalam hak ini jelas pemerintah bukan malah bertindak sebaliknya dengan mengakomodir ataupun menyeru untuk berkerumun. 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement