Rabu 02 Dec 2020 18:38 WIB

OJK: Literasi Keuangan Milenial Masih Rendah

Milenial merupakan kelompok yang rentan secara finansial.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Generasi milenial/ilustrasi
Foto: Flickr
Generasi milenial/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya literasi keuangan, khususnya investasi, bagi generasi milenial. Apalagi milenial merupakan kelompok yang rentan secara finansial.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) OJK pada 2019, indeks literasi keuangan meningkat menjadi 38 persen, sedangkan indeks inklusi menjadi 76,19 persen.

Baca Juga

Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK Kristianti Puji Rahayu menyebutkan, menurut survei OJK dan secara global, milenial belum memiliki literasi keuangan yang cukup baik.

"Secara global juga, banyak milenial yang masih belum bisa membedakan suku bunga produk-produk investasi seperti apa," ujar Kristianti dalam webminar Edukasi Literasi Finansial untuk Generasi Muda, Rabu (2/12).

Milenial juga merupakan kelompok yang rentan finansial. Hal ini karena milenial sangat terpapar oleh media sosial sehingga ada ketakutan untuk tertinggal oleh tren-tren baru.

Ia memaparkan, berdasarkan data OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), setiap bulannya sekitar 51,1 persen pendapatan milenial dihabiskan oleh kebutuhan bulanan, dan hanya sekitar 10,7 persen yang ditabung. Kemudian hanya sekitar 35,1 persen milenial yang telah memiliki rumah sendiri.

Akibatnya 1 dari 3 milenial termasuk financially insecure, 28 persen keluarga hanya sanggup bertahan seminggu apabila kehilangan pendapatan utama, dan 32 persen keluarga hanya sanggup bertahan sebulan jika kehilangan pendapatan utama.

"Oleh karena itu penting adanya edukasi mengenai investasi agar milenial mampu mengelola keuangan lebih baik dan menghasilkan yield yang lebih baik," jelasnya.

Selain itu, ia mengingatkan agar milenial juga jangan mudah percaya oleh influencer di media sosial. Apalagi dalam hal berinvestasi, OJK mengingatkan bahwa profil risiko masing-masing individu berbeda.

"Apa yang disampaikan oleh mereka mungkin cocok, tapi belum tentu cocok dengan karakteristik risiko masing-masing individu, sehingga diperlukan sikap kritis untuk menilai profil risiko masing-masing," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement