Rabu 02 Dec 2020 15:50 WIB

Erdogan: Media Internasional Berbuat Standar Ganda ke Turki

Erdogan menilai banyak pemberitaan yang tak seimbang di era digital ini.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, mengkritik saluran media internasional karena telah membuat standar ganda dalam pemberitaan, Selasa (1/12). Banyak isu yang tidak seimbang dan memperingatkan tentang digitalisasi yang tidak terkendali.

Berbicara selama Forum TRT, Erdogan mengatakan bahwa sejak Protes Gezi pada 2013, Turki telah menderita banyak ketidakadilan dan standar ganda oleh organisasi media internasional. Dia menggarisbawahi bahwa media menggambarkan kondisi aksi membakar di jalanan sebagai pengunjuk rasa damai di media internasional.

Baca Juga

Sebaliknya, Erdogan mengatakan, anggota organisasi teror separatis yang bertanggung jawab atas kematian ratusan dan ribuan nyawa di Suriah mendapatkan perhatian lebih. Mereka ditempatkan di sampul majalah bergengsi di Barat.

"Tapi ketika insiden yang sama terjadi di negara-negara Eropa yang berbeda, mereka yang mencoba mengajari kami tentang kebebasan pers kemudian bermain-main dengan menolak fakta yang menyakitkan,” kata Erdogan dikutip dari hurriyetdailynews.

Erdogan juga memperingatkan tentang digitalisasi yang tidak terkendali. “Dengan digitalisasi memperluas bidang kebebasan, seharusnya tidak menimbulkan ketimpangan baru, ketidakadilan, dan marginalisasi,” ujarnya.

Digitalisasi, menurut Erdogan, jika dilihat sebagai area tanpa kendali, terbuka untuk kesewenang-wenangan, dan di luar hukum, maka akan membawa langsung ke fasisme. Dia pun langsung menunjuk contoh yang terjadi di Prancis terhadap undang-undang keamanan yang baru-baru ini diusulkan.

Aturan ini mendapat kecaman karena melanggar kebebasan pers dan menghalangi upaya untuk menghentikan kebrutalan polisi. Erdogan mengkritik proposal tersebut dengan menyatakan media internasional tetap diam menghadapi blokade Prancis terhadap media.

Partai yang berkuasa di Prancis pada 30 November mencabut undang-undang yang diusulkan, menyatakan bahwa bagian undang-undang yang kontroversial akan direvisi. “Sangat memalukan bagi media untuk membawa panji Islamofobia dan xenofobia,” kata Erdogan mengacu pada kartun Nabi Muhammad yang banyak dikritik yang diterbitkan oleh sebuah majalah Prancis.

“Jika sikap tidak sopan yang ditunjukkan di bawah kedok kebebasan pers tidak dihentikan, baik Eropa maupun seluruh umat manusia akan menderita,” kata Erdogan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement