Selasa 01 Dec 2020 16:01 WIB

Palang Merah: Dunia Kaya Memonopoli Vaksin Covid-19

Pandemi virus corona telah menewaskan sekitar 1,5 juta orang di seluruh dunia.

Rep: Mabruroh/ Red: Agus Yulianto
Vaksin Covid-19 eksperimental yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford diperkirakan bisa diperoleh seharga tiga dolar AS, sekitar Rp 42 ribu.
Foto: EPA
Vaksin Covid-19 eksperimental yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford diperkirakan bisa diperoleh seharga tiga dolar AS, sekitar Rp 42 ribu.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Presiden Federasi Palang Merah Internasional, Francesco Rocca memperingatkan, bahwa negara-negara kaya menandatangani kesepakatan untuk memperoleh vaksin Covid-19, Kondisi ini membuat negara-negara miskin tidak bisa mendapatkan vaksin penyelamat hidup tersebut. 

"Negara-negara kaya, yang ingin mengakhiri wabah mematikan dan penguncian, mengingkari janji untuk membantu memberikan vaksin di negara-negara miskin," kata Rocca dilansir dari The National News, Selasa (1/12).

Pernyataanya ini muncul saat pemerintah menandatangani kesepakatan dengan Pfizer, Moderna, AstraZeneca dan pembuat obat lainnya. Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, bahwa skema Covax untuk memvaksinasi orang-orang termiskin di dunia tetap kekurangan dana.

“Saya telah menyaksikan dengan keprihatinan dalam beberapa pekan terakhir karena kemungkinan kedatangan vaksin, setidaknya di beberapa negara, menghapus komitmen yang dibuat selama musim panas untuk memastikan distribusi vaksin yang adil,” kata Rocca.

Pandemi virus corona telah menewaskan sekitar 1,5 juta orang di seluruh dunia dan menginfeksi 63 juta orang lainnya. Pandemi juga telah menghapus ratusan juta pekerjaan, menjerumuskan jutaan orang ke dalam kemiskinan ekstrim dan mendorong ekonomi dunia ke dalam resesi.

Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, dan negara kaya lainnya telah secara langsung merundingkan kesepakatan dengan perusahaan farmasi, yang berarti sebagian besar pasokan vaksin dunia tahun depan sudah dicadangkan.

“Jika beberapa negara kaya bersikeras pada pendekatan nasionalisme vaksin, maka banyak negara lain, bahkan mungkin sebagian besar negara lain, tidak akan dapat mengaksesnya, baik karena kesepakatan eksklusif antara negara-negara kaya dan perusahaan farmasi dan kelambanan yang tak terhindarkan dalam produksi. dosis," terang Rocca.

Para pemimpin dunia akan membahas akses ke vaksin, informasi yang salah, dan masalah lainnya dalam debat PBB pada Kamis (3/12) nanti. Akan hadir dalam debat tersebut, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau, Kanselir Jerman Angela Merkel dan lainnya.

Pada pertemuan ekonomi besar di Arab Saudi bulan ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta 28 miliar dolar AS (Rp 397 triliun) uang tambahan untuk pengadaan, pembuatan dan pengiriman vaksin Covid secara global, termasuk tambahan 4 miliar dolar AS (Rp 56,4 triliun) agar vaksin tersebut segera tersedia.

Berbicara di acara PBB online lainnya pada hari Senin, Nadia Murad, seorang wanita Yezidi yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 2018 setelah diculik oleh ekstremis ISIS selama berbulan-bulan, memperingatkan bahwa Covid-19 telah membuat lebih banyak perempuan rentan terhadap perdagangan seks.

Penguncian pemerintah dan pembatasan perjalanan untuk menghentikan penyebaran virus telah mendorong penyelundup manusia lebih dalam ke bawah tanah dan membuat lebih banyak perempuan tidak dapat meninggalkan rumah dan mendapatkan kekerasan di dalam rumah.

“Alih-alih mengurangi perdagangan manusia dan kekerasan berbasis gender, pandemi telah meningkatkan risiko eksploitasi dan kebrutalan terhadap mereka yang paling rentan,” kata Murad.

 

 

Sumber:

https://www.thenationalnews.com/world/rich-world-hogging-covid-vaccines-red-cross-1.1120741

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement