Selasa 01 Dec 2020 11:30 WIB

Kepala Palang Merah Ajak Negara Perangi Hoaks Vaksin Covid

Berita palsu tentang vaksin Covid dinilai sudah menjadi wabah kedua.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Vaksin Covid-19 eksperimental yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford diperkirakan bisa diperoleh seharga tiga dolar AS, sekitar Rp 42 ribu.
Foto: EPA
Vaksin Covid-19 eksperimental yang dikembangkan AstraZeneca bersama University of Oxford diperkirakan bisa diperoleh seharga tiga dolar AS, sekitar Rp 42 ribu.

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Kepala jaringan organisasi kemanusiaan terbesar di dunia, Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) Francesco Rocca mengajak pemerintah dan institusi dunia memerangi 'berita palsu' seputar vaksin Covid-19. Ia mengatakan berita palsu sudah menjadi 'wabah kedua'.

Dalam pertemuan virtual Asosiasi Koresponden PBB Senin (30/11), Rocca mengajak pemerintah di seluruh dunia untuk membangun kepercayaan mengenai pentingnya vaksinasi. Ia mengatakan 'untuk mengalahkan Covid-19, pandemi ketidakpercayaan juga harus dikalahkan'.

Baca Juga

Ia mengutip data penelitian Johns Hopkins University di 67 negara yang menemukan dari Juli hingga Oktober penerimaan terhadap vaksin di sebagian besar negara menurun drastis. "Keraguan terhadap vaksin biasa pada umumnya dan vaksin Covid-19 pada khususnya terus tumbuh," katanya.

Rocca mengatakan penelitian itu menemukan tingkat penerimaan vaksin di seperempat negara yang diteliti di bawah 50 persen. Jumlah responden yang menerima vaksin di Jepang turun dari 70 persen menjadi 50 persen. Prancis turun dari 51 persen menjadi 38 persen.

Ia menekankan ketidakpercayaan ini 'tidak hanya fenomena negara Barat' Ia mengutip penelitian IFRC yang menemukan persepsi risiko infeksi Covid-19 di delapan negara Afrika yakni Kongo, Kamerun, Gabon, Zimbabwe, Sierra Leone, Rwanda, Lesotho dan Kenya juga menunjukkan penurunan.  

Ia mengatakan semakin banyak orang yang  yakin virus Corona tidak berdampak pada anak muda atau orang Afrika atau penyakit tidak nyata atau sudah berakhir. Rocca mengatakan keraguan terhadap vaksin di negara-negara Afrika yang diteliti memang tinggi.  

"Di beberapa negara Afrika kami melihat skeptisisme terhadap vaksin secara umum, sudah jadi keyakinan umum negara asing menjadikan Afrika sebagai 'tempat tes medis'," kata Rocca.

Rocca menambahkan yang lebih mengejutkan di sejumlah kelompok masyarakat yang rentan dan termarjinalisasi tidak mengetahui adanya pandemi. Ia mengutip survei IFRC di Pakistan yang menemukan sekitar 10 persen responden tidak mengetahui mengenai Covid-19.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement