Selasa 01 Dec 2020 08:30 WIB

Vaksinasi Hentikan Penularan Hingga Bangkitkan Ekonomi

Cara terbaik agar masyarakat tidak merugi lebih besar adalah tidak terinfeksi Covid.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolandha
Petugas medis menyiapkan vaksin tetanus difteri (TD) sebelum disuntikkan pada anak saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Bandung Rejosari, Malang, Jawa Timur. Rabu (25/11/2020). Kegiatan imunisasi massal pada ratusan anak tersebut dilaksanakan secara bertahap untuk menghindari kerumunan guna meminimalisir penyebaran COVID-19.
Foto: ARI BOWO SUCIPTO/ANTARA
Petugas medis menyiapkan vaksin tetanus difteri (TD) sebelum disuntikkan pada anak saat Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 2 Bandung Rejosari, Malang, Jawa Timur. Rabu (25/11/2020). Kegiatan imunisasi massal pada ratusan anak tersebut dilaksanakan secara bertahap untuk menghindari kerumunan guna meminimalisir penyebaran COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah saat ini tengah mengupayakan pengadaan vaksin Covid-19 untuk memberikan perlindungan yang pada akhirnya bisa menghentikan penularan hingga membangkitkan ekonomi. Cara terbaik agar masyarakat dan negara tidak merugi lebih besar lagi adalah dengan mencegah, jangan sampai terkena Covid-19.

 “Kalau nanti sudah ada vaksin, kita tambah dengan vaksin,” Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany dalam acara Dialog Produktif diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Kamis (26/11).

Baca Juga

Hasbullah mengatakan, jika harga vaksin nantinya berkisar senilai Rp 200 ribu maka investasi tersebut akan memberikan peluang lebih aman dibandingkan risiko besar terinfeksi. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan biaya pengobatan pasien Covid-19 meskipun ditanggung pemerintah.

“Biayanya sangat berat kalau terkena Covid-19, apalagi nanti tidak mau divaksinasi,” ujar Hasbullah.

Dia menegaskan, vaksin terbukti mampu memberikan ketenangan. Contohnya, lanjut Hasbullah, pada kasus penyakit TBC karena hampir semua orang sudah divaksinasi BCG bisa tenang menjalani kehidupan.

Selain itu, dari perspektif agama, Hasbullah menilai mencegah penularan sama derajatnya dengan melakukan ibadah. “Menjaga diri dan orang lain di sekitar kita agar tidak tertular Covid-19 adalah ibadah. Saking besarnya ibadah itu sampai naik haji dan sholat jumat berjamaah pun boleh ditinggalkan untuk menghindari penularan lewat kerumunan,” ungkap Hasbullah.

Untuk itu, Hasbullah  mendorong masyarakat harus berpikir positif, selektif, dan cerdas dalam menerima informasi dengan mengambil informasi dari sumber resmi dan terpercaya seperti penjelasan pemerintah. Dia menegaskan, masyarakat harus menyadari bahwa mencegah penularan Covid-19 sangat besar manfaatnya bagi diri sendiri dan orang lain.

“Manfaatnya memang tidak kelihatan saat kita belum mengalaminya, sama seperti perumpamaan, kita baru menyadari mahalnya mata kita saat kita sudah tidak bisa melihat lagi. Jadi jangan kita tunggu sampai kita kehilangan penglihatan. Mencegah jauh lebih baik dan itulah amal ibadah kita,” jelas Hasbullah.

Hasbullah menambahkan, apabila masyarakat juga disiplin menjalankan protokol kesehatan menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak aman serta pemerintah aktif menjalankan tracing, testing, dan treatment maka dapat menghemat kerugian. Khususnya menghemat kerugian negara yang lebih besar lagi.

“Kita bisa menghemat sampai Rp 500 triliun, dan menggunakannya untuk membangun ekonomi Indonesia,” ujar Hasbullah.

Tidak hanya merugikan secara ekonomi, salah seorang penyintas Covid-19 Icha Atmadi mengatakan penyakit tersebut sangat serius. Ica mengatakan untuk gejala paling ringan bahkan bisa terasa sakit baik bagi fisik maupun mental.

“Apalagi bagi mereka yang mengalami gejala berat, seperti yang dialami ayah saya waktu itu, yang memerlukan alat bantu pernafasan. Perasaan cemas yang dirasakan itu seperti setiap hari akan menghadapi kematian,” jelas Icha.

Apabila biaya perawatan Icha dihitung dan ditanggung secara mandiri, bisa mencapai ratusan juta rupiah selama 45 hari menjalankan perawatan. Hanya saja biaya perawatan Icha dan keluarga serta pasien Covid-19 lainnya saat ini ditanggung negara.

“Tapi masyarakat perlu pahami, meski ditanggung negara maka jangan merasa nyaman dan tidak peduli menjalankan protokol kesehatan,” ungkap Icha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement