Senin 30 Nov 2020 14:33 WIB

Kabinet Pemerintahan Koalisi Israel Retak

Gantz dilaporkan sudah muak dan lelah dengan perilaku Netanyahu.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Foto: AP/Maya Alleruzzo/Pool AP
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Kabar keretakan dalam kabinet pemerintahan Israel kembali mencuat. Menteri Pertahanan Benny Gantz disebut frustrasi dan tak sejalan dengan kebijakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Surat kabar Israel, Maariv, dalam laporannya pada Senin (30/11), mengatakan Gantz sudah "muak dan lelah" dengan perilaku Netanyahu. Hal itu diungkap para pejabat yang dekat dengan Gantz.

Baca Juga

Menurut mereka, Gantz memasuki politik untuk berkontribusi, bukan menderita. "Saya merasa seperti saya terus-menerus harus memblokir apa yang coba didorong oleh Netanyahu dan orang-orangnya. Tapi saya tidak terjun ke politik untuk memblokir, saya datang untuk memajukan banyak hal," kata Gantz, seperti diungkap seorang pejabat yang dekat dengannya, dikutip laman Israel National News.

Gantz disebut menuduh Netanyahu melanggar perjanjian mereka saat membentuk pemerintahan koalisi. “Saya tetap pada sisi tawar-menawar, dan mengharapkan hal yang sama dari perdana menteri. Anggaran adalah masalah prinsip, dan saya muak dengan permainan yang Netanyahu paksakan kepada saya dan negara untuk memainkannya," ujar Gantz.

Pada Oktober lalu, Gantz mengatakan siap menggulingkan pemerintahan koalisi yang dipimpin Netanyahu. Gantz, selaku ketua Blue and White Party, menyebut terdapat disfungsi di tubuh pemerintah.

“Apa yang kami temukan adalah pemerintah tidak berfungsi. Kami berjuang dari dalam dan akan terus berjuang agar pemerintah berfungsi,” kata Gantz kepada Israeli TV Channel 12, dikutip laman Middle East Monitor pada 21 Oktober lalu.

Gantz mengancam, jika disfungsi pemerintah koalisi berlanjut dan anggaran tahun 2021 tidak disetujui, dia mungkin akan memutuskan untuk menggulingkan pemerintah. "Beberapa pekan ke depan akan memberi sinyal kepada saya jika ada niat untuk bekerja untuk warga. Jika ini tidak terjadi, jika pemerintah tidak berfungsi, saya tidak punya pilihan selain memikirkan langkah-langkah selanjutnya," ujarnya.

Gantz dan Netanyahu pun sempat berselisih paham tentang rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat yang diduduki. Netanyahu ingin agar kebijakan tersebut dapat segera terealisasi pada Juli lalu. Namun Gantz memiliki pandangan berbeda.

Gantz tidak melihat pencaplokan Tepi Barat sebagai sebuah kebijakan yang urgen. Menurutnya, pemerintah harus lebih memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19, termasuk dampak ekonomi yang ditimbulkan. Kala itu kasus virus korona di Israel memang tengah meningkat. Gantz dan Netanyahu akhirnya sepakat membawa masalah itu ke parlemen (Knesset).

Saat ini Israel dipimpin pemerintahan koalisi nasional. Masa jabatan perdana menteri dibagi dua antara Netanyahu sebagai pemimpin Likud Party dan Gantz selaku ketua Blue and White Party. Netanyahu terlebih dulu menduduki posisi perdana menteri selama 18 bulan. Setelah itu, sisa masa jabatan akan diambil alih Gantz.

Pemerintahan koalisi nasional Israel terbentuk setelah tidak ada partai yang mengamankan mayoritas kursi Knesset. Hal itu terjadi meski pemilu telah digelar sebanyak dua kali. Saat ini sebagian masyarakat Israel telah mendesak Netanyahu mundur. Hal tersebut terkait dugaan keterlibatan Netanyahu dalam kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement