Senin 30 Nov 2020 11:00 WIB

Ketua DPRD Bekasi Ingatkan Pemkot Proaktif Data Warga Miskin

Ketua DPRD Bekasi prihatin kejadian balita meninggal saat mengemis

Rep: Uji Sukma Medianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gelandangan dan pengemis.   (ilustrasi) Wafatnya seorang anak balita berumur dua tahun yang tengah digendong ibunya ketika sedang mengemis membuka tabir akan kerasnya kehidupan warga miskin di Kota Bekasi.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Gelandangan dan pengemis. (ilustrasi) Wafatnya seorang anak balita berumur dua tahun yang tengah digendong ibunya ketika sedang mengemis membuka tabir akan kerasnya kehidupan warga miskin di Kota Bekasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Wafatnya seorang anak balita berumur dua tahun yang tengah digendong ibunya ketika sedang mengemis membuka tabir akan kerasnya kehidupan warga miskin di Kota Bekasi. 

Berdasarkan keterangan pihak kepolisian, orang tua bayi yang sempat sakit empat hari tersebut tak mampu membawa sang anak berobat lantaran terganjal biaya. Ia lalu mengajak anak malang itu mencari nafkah di Pasar Bantargebang.

Ketua DPRD Kota Bekasi, Choiruman J. Putro mengatakan, kejadian seperti ini seharusnya bisa menyadarkan aparat daerah level pertama untuk dapat proaktif mendata warganya yang berada di bawah garis kemiskinan.

"Tingkat pemerintahan terkecil seperti RT dan RW itu menjadi deteksi dini atau early warning system bagi munculnya kerawanan gejala sosial," kata Choiruman, kepada Republika, Senin (30/11).

Dia menerangkan, aparat di tingkat bawah punya informasi detail mengenai kondisi warganya. Selain RT dan RW, lurah beserta camat juga harus mengambil peran. Mereka, kata Choiruman, wajib menyampaikan data warganya yang miskin secara sungguh-sungguh.

"Terus terang saja, seringkali pejabat terkait seperti lurah atau camat gamau terbuka ketika mereka menyampaikan apa adanya data tsb mereka merasa seperti aib, angka kemiskinan dikendalikan jadi tidak terbuka. Baru kemudian ketika ada dana bansos baru ditambahkan (datanya)," tutur dia.

Mereka yang hidup berada di bawah garis kemiskinan harusnya dapat mengakses setiap program sosial yang diberikan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Namun, kerap kali mereka tak terakses lantaran permasalahan administrasi. Hal ini bagai lingkaran setan yang pada akhirnya, kata Choiruman, membuat masyarakat marjinal semakin terasing.

"Tidak terdata di administrasi kependudukan, terabaikan dari lingkungannya sehingga akhirnya mereka mengais rezeki dengan cara mengemis," jelasnya.

Apabila database sudah tersedia, para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti dinas sosial, dinas pendidikan dan dinas kesehatan juga dukcapil termasuk dinas tenaga kerja diharapkan dapat melakukan sinkronisasi.

"Karena kan semuanya terkait, ga mungkin orang yang miskin punya penghasilan berlimpah lalu tiba-tiba dia miskin secara kesehatan. Sehingga pasti akan terkait di segala aspek," terangnya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berharap kejadian seperti ini tidak perlu terulang lagi. Tentunya, ia mendesak pemda untuk lebih proaktif. Termasuk mengerahkan puskesmas untuk menjalankan fungsinya sebagaimana telah diamanatkan melalui kapitasi BPJS Kesehatan.

"Dalam hal kesehatan, puskesmas bisa proaktif tidak menunggu datangnya orang sakit ke puskesmas tapi adanya kapitasi BPJS yang diperoleh itu diperuntukkan untuk mendorong program promosi preventif dan kesehatan," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement