Sabtu 28 Nov 2020 16:43 WIB

Pesan KH Miftachul Akhyar Soal Dakwah

Dalam kondisi bertebaran banyak fitnah inilah, peran ulama sangat dinantikan.

Rep: Nur Hasan Murtiaji/ Red: Elba Damhuri
Ketua Umum MUI terpilih periode 2020-2021 Miftachul Akhyar menjawab pertanyaan wartawan usai penutupan Musyawarah Nasional X MUI di Jakarta, Jumat (27/11). Miftachul Akhyar terpilih sebagai ketua umum MUI periode 2020-2025 menggantikan Ma’ruf Amin setelah ditetapkan secara mufakat oleh tim formatur Munas X dan MUI. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua Umum MUI terpilih periode 2020-2021 Miftachul Akhyar menjawab pertanyaan wartawan usai penutupan Musyawarah Nasional X MUI di Jakarta, Jumat (27/11). Miftachul Akhyar terpilih sebagai ketua umum MUI periode 2020-2025 menggantikan Ma’ruf Amin setelah ditetapkan secara mufakat oleh tim formatur Munas X dan MUI. Republika/Thoudy Badai

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa kekinian, berita palsu atau berita bohong bertebaran dan memunculkan fitnah. Bahkan, seseorang yang mengajak pada kebaikan, bisa masuk perangkap dianggap sebagai penyebar fitnah.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2020-2025, KH Miftachul Akhyar, mengingatkan umat Islam untuk mewaspadai fitnah yang saat ini sudah melekat dalam beragam kehidupan. Dalam kondisi bertebaran banyak fitnah inilah, peran ulama sangat dinantikan. "Bagaimana jati diri ulama yang mendapatkan amanah untuk mengerek bendera Islam secara benar," kata Kiai Miftachul saat memberikan kata sambutan dalam rangkaian acara penutupan Munas ke-10 MUI, di Jakarta, Jumat (27/11).

Kiai Miftach menyampaikan, posisi ulama yang mengajak pada dakwah sungguh mulia. Tidak ada yang lebih tinggi, katanya, selain berdakwah. Namun, ajakan berdakwah ini mesti disampaikan dengan cara kasih sayang. Sebab, ungkap Kiai Miftach, dakwah itu mengajak bukan mengejek.

"Dakwah itu merangkul bukan memukul, menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina, mencari solusi bukan mencari simpati, membela bukan mencela. Umat sedang menunggu langkah kita," kata Kiai Miftach.

Dia menjelaskan, Imam Syafii pernah memberikan kriteria soal ulama. "Kalau tidak keliru bunyinya demikian, seorang alim adalah ketika semua urusan, perilakunya, sepak terjangnya selalu berkesinambungan dengan agamanya," paparnya.

Apa yang dilakukan seorang ulama mestilah berdasarkan pada aturan hukum, ada penjelasannya, bukan lantaran ikut-ikutan tren. "Semua bukan karena situasi dan kondisi, tapi semua itu ada bayyinahnya," kata Kiai Miftach.

Tugas para penanggung jawab keulamaan, karenanya, untuk memberikan pencerahan kepada umat. Manakala terjadi sesuatu, maka dilakukan klarifikasi apa penyebabnya, bukan memvonis tanpa ada tabayun atau klarifikasi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement