Jumat 27 Nov 2020 20:20 WIB

UU tentang Pengelolaan Zakat Dinilai Perlu Direvisi

Revisi UU tentang pengelolaan zakat untuk menguatkan tiga hal besar

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Zakat
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Zakat

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Umum Forum Zakat (Foz) Bambang Suherman menyampaikan perlunya revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Revisi ini prinsipnya untuk menguatkan tiga hal besar.

Pertama, menguatkan upaya dan strategi penghimpunan. Bambang mengatakan, strategi tersebut diperlukan untuk memperkecil jarak antara potensi yang besar dengan capaian saat ini dalam pengumpulan dana zakat di Indonesia. Dia ingin penghimpunan ini menyasar seluruh masyarakat Muslim, termasuk kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Kita berharap semuanya. Jadi baik masyarakat secara personal sebagai umat Islam, dan juga entitas-entitas yang ada di dalam payung kenegaraan termasuk dalam hal ini ASN, karyawan BUMN dan lembaganya," kata dia dalam agenda CEO Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) Forum di Bandung, Jumat (27/11).

Untuk itu, menurut Bambang, harus ada pola pendekatan kolaboratif yang kuat. Agar penghimpunan zakat meningkat, diperlukan banyak outlet yang disiapkan. Hal ini berkorelasi dengan kemudahan proses perizinan, penyederhanaan proses administrasi dan kolaborasi dalam bentuk kampanye ke masyarakat melalui berbagai bentuk.

Kedua, lanjut Bambang, revisi itu terkait dengan tata kelola. Dia mengatakan, bila ada ruang partisipasi yang besar, maka harus ada tanggung jawab untuk memastikan proses-proses pengelolaan zakat berjalan akuntabel. "Ini juga menjadi bagian yang kita highlight dalam draf desain UU zakat yang baru," tuturnya.

Ketiga, Bambang menambahkan yaitu soal penguatan manfaat penyaluran. Foz menekankan tekad untuk mengawal pembangunan nasional dengan model penyaluran dana zakat yang produktif. Misalnya untuk mengentaskan kemiskinan atau menghilangkan aspek kedaruratan saat terjadi bencana maupun krisis.

"Jadi kalau hari ini ada krisis pangan, apakah lembaga zakat hadir untuk bisa merespons krisis pangan itu sehingga masyarakat terhindar dari potensi kelaparan," tuturnya.

Selain itu, Bambang melanjutkan, aspek penyaluran juga berkaitan dengan potensi lahirnya generasi baru yang mengalami stunting. Dia mengingatkan agar jangan sampai lahir generasi yang tidak sehat di masa depan terutama pada 2030 di mana seharusnya Indonesia mendapatkan bonus demografi.

"Maka kita harus pastikan bayi-bayi yang sehat. Bagaimana sehat kalau basis keluarganya tidak bisa memiliki mata pencaharian. Karena itu, gerakan zakat ini menjadi bagian untuk memastikan hal itu bisa dikelola," terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement