Jumat 27 Nov 2020 14:46 WIB

Pakar Sebut Kartu Kalteng Sejahtera tidak Langgar Hukum

Pemberian Kartu Kalteng Sejahtera dari Ben-Ujang disebut bukan politik uang.

Praktisi Hukum dari Universitas Sebelas Maret, Slamet Hasan SH
Foto: Dokumentasi pribadi
Praktisi Hukum dari Universitas Sebelas Maret, Slamet Hasan SH

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktisi Hukum dari Universitas Sebelas Maret, Slamet Hasan SH, menilai Kartu Kalteng Sejahtera yang salah satu program kerja nya adalah pemberian Rp 2 juta per KK per tahun bagi masyarakat miskin, bukan merupakan janji politik uang. Menurut dia hal itu adalah program kerja.

“Itu kan bukan menjanjikan, itu program. Program nanti kalau jadi akan melakukan a, b, c, d, dengan nominalnya, itu kan bukan money politik, itukan program,” kata Slamet dalam keterangannya, Kamis (26/11).

Menurut Slamet, Kartu Kalteng Sejahtera merupakan pemaparan visi, misi dan program kerja yang sangat sesuai dengan hukum, berbeda dengan janji politik uang. “Yang menjanjikan tuh misal begini, nanti kalau bapak nyoblos saya, saya akan kasih uang sejuta gitu kan. Itu janji untuk nyoblos, tetapi ini kan program. Jadi di antara menjanjikan suatu nominal dengan menyampaikan program, itu berbeda,” ujar Slamet menerangkan.

Slamet berkata, ada perbedaan yang jelas antar menjanjian politik uang dengan pemaparan program. “Misalkan begini, calon pilkada/calon gubernur/bupati mengatakan nanti kalau saya terpilih akan buat program satu RW atau satu kelurahan Rp 1 miliar misalkan. Itu banyak terjadikan di Pilkada saat ini? Itu bukan menjanjikan. Lain halnya dengan, jika seseorang menang dia akan saya kasih Rp 1 miliar, kan begitu baru menjanjikan. Ini program bukan menjanjikan suatu nominal kepada pemilih,” kata Slamet lagi.

Slamet pun menilai Kartu Kalteng Sejahtera hanya memuat rencana program. Pun di dalamnya tertulis daftar manfaat kartu yang berkaitan dengan uang, substansinya adalah isi program kerja yang dicanangkan paslon. Tidak bisa dimaknai sebagai janji-janji pemberian uang atau materi tertentu kepada pemilih termasuk dengan penyebutan Rp 2 juta per KK per tahun.

Sehingga menurut Slamet program pemberian Rp 2 juta per KK per tahun tidak melanggar pasal 9 Perbawaslu Nomor 9 tahun 2020 ataupun Pasal 187 A UU Nomor 8 tahun 2015 jo. UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, jo. UU nomor 6 tahun 2020. “Per KK itu kan program dia kan? Rp 2 juta per KK per tahun, gitu kan? Itu kan program kerja. Apa bedanya nanti dengan kalau saya terpilih saya akan programkan setiap RT akan digelontorkan dana sebesar Rp 1 juta per tahun, misalkan. Itu kan juga menjanjikan, tapi itu kan program. Program kerjaan jika nanti terpilih,” ucap Slamet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement