Rabu 25 Nov 2020 20:18 WIB

Takziah Jadi Sumber Penularan Covid yang Harus Diwaspadai

Data Satgas, setidaknya ada lima klaster penularan Covid-19 dari takziah di Jakarta.

Seorang pekerja memberikan disinfektan di area masjid. Klaster dari kegiatan keagamaan harus menjadi perhatian khusus. Satgas Penanganan Covid-19 bahkan mencatat kegiatan takziah sangat berpotensi sebagai klaster penyebaran Covid-19.
Foto: AP / Kemal Softic
Seorang pekerja memberikan disinfektan di area masjid. Klaster dari kegiatan keagamaan harus menjadi perhatian khusus. Satgas Penanganan Covid-19 bahkan mencatat kegiatan takziah sangat berpotensi sebagai klaster penyebaran Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Haura Hafizhah, Antara

Penularan virus corona SARS-CoV2 atau Covid-19 bisa terjadi dari mana saja. Salah satu yang sumber penularan yang dipandang cukup tinggi berasal dari klaster kegiatan keagamaan.

Baca Juga

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mencatat penularan dan klaster dari kegiatan keagamaan seperti kunjungan belasungkawa (takziah) lebih tinggi dibandingkan kegiatan tahlilan. "(Kalau membandingkan) kegiatan keagamaan tahlilan dan takziah, dulu kasus Covid-19 memang lebih banyak karena tahlilan tetapi sekarang lebih banyak usai takziah," kata Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah saat berbicara di konferensi virtual BNPB bertema Covid-19 Dalam Angka: Belajar dari Klaster di Indonesia, Rabu (25/11).

Ia mengungkap fakta, ada lima klaster dari kegiatan takziah di DKI Jakarta. Sementara kegiatan tahlilan hanya dua klaster. Dari dua klaster itu jumlah total kasusnya 69.

 

Ia menjelaskan, ketika ada orang yang meninggal dunia kemudian dikunjungi, seringkali protokol kesehatan menjaga jarak tidak benar-benar diterapkan. "Pelajaran yang harus kita ambil adalah ketika melaksanakan kegiatan keagamaan, entah bentuknya mengikuti pengajian atau melayat orang yang sudah meninggal namun protokol kesehatan harus dipastikan tetap diterapkan," katanya.

Ia meminta masyarakat tidak boleh menganggap remeh dan aman ketika melayat tetangga yang tidak meninggal karena Covid-19. Bahkan, terkadang masih suka berjabat tangan padahal ini sebaiknya dihindari.

"Tetap tidak boleh lengah dan harus menerapkan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun," ujarnya.

Hingga November 2020, Satgas merinci terdapat 17 klaster penyebaran Covid-19 dari rumah ibadah dan kegiatan keagamaan. "Secara kumulatif data yang dikumpulkan selama Mei sampai November 2020, total terdapat 17 klaster dan 236 kasus Covid-19 dari rumah ibadah dan kegiatan keagamaan," kata Dewi.

Ia menambahkan, pondok pesantren juga menjadi tempat penularan Covid-19 yang cukup banyak jumlahnya, bahkan menyebabkan penularan di daerah yang lain. Total kasus Covid-19 dari ponpes sebanyak 193 yang tersebar di lebih dari 14 kabupaten/kota yang ada di enam provinsi.

Bahkan, ada beberapa kabupaten/kota yang sebelumnya tidak ada kasus namun kemudian terjadi kasus Covid-19 karena ada santri yang kembali ke rumah di kampung halaman. Ia menambahkan, para santri yang masih muda tidak menunjukkan gejala semakin menyebarkan infeksi.

"Penyebaran Covid-19 dari satu daerah bisa ke hampir seluruh wilayah Indonesia, baik di Kalimantan, Sulawesi, hingga Sumatra. Semua dapat terdampak," ujarnya.

Ia menambahkan, kasus ini juga mencerminkan penularan di daerah yang sebelumnya belum ada kasus kemudian terjadi penularan virus. Lebih lanjut Dewi menegaskan, kasus ini tidak pandang bulu dan berada di mana saja. Oleh karena itu kalau bertemu dengan orang-orang dengan jumlah yang banyak maka protokol kesehatan harus diterapkan.

"Kalau tidak, maka bisa berimbas pada penularan," katanya.

Untuk menghindari penyebaran Covid-19, rumah-rumah ibadah yang menyelenggarakan kegiatan keagamaan diharapkan untuk menyediakan fasilitas mencuci tangan, memberikan tanda jaga jarak dan juga mensosialisasikan pentingnya penerapan protokol kesehatan. Kemudian, petugas di rumah ibadah tersebut juga diharapkan untuk memastikan bahwa setiap pengunjung yang datang untuk selalu memakai masker, baik ketika sedang beribadah maupun ketika berada di lingkungan rumah ibadah tersebut.

"Jadi ini juga wajib dilakukan ketika kita sedang mau melaksanakan ibadah di rumah ibadah. Maskernya wajib dipakai dan tidak boleh dilepaskan. Dan bahan maskernya juga jangan sampai tidak sesuai atau tidak punya kemampuan filtrasi sama sekali. Minimal berbahan katun tiga lapis," kata Dewi.

Selanjutnya adalah perlunya penyelenggara kegiatan ibadah untuk sering mendisinfeksi tempat-tempat yang berpotensi menjadi media penularan virus Covid-19. Selain juga perlunya memastikan sirkulasi udara berjalan dengan baik.

"Kalau misalnya ada kegiatan seminar di gereja, itu pastikan punya waktu untuk bersih-bersih saat jeda sebelum masuk jeda kegiatan berikutnya," katanya.

Lebih lanjut, Dewi mengatakan bahwa cara berikutnya untuk mengurangi risiko penularan adalah dengan menjaga jarak, terutama di pintu kedatangan atau kepulangan dalam suatu kegiatan yang waktunya sudah ditentukan. Risiko timbulnya kerumunan biasanya terjadi di pintu-pintu masuk dan keluar rumah ibadah yang waktu kegiatannya terbatas.

Untuk itu, Dewi mengimbau para jemaah atau jemaat untuk menyediakan waktu lebih banyak untuk datang lebih awal dan pulang lebih lambat untuk menghindari kerumunan di pintu masuk atau keluar. Selain itu, para jemaah atau jemaat juga diwajibkan untuk membawa alat ibadah sendiri guna meminimalkan penularan Covid-19 akibat pemakaian alat ibadah oleh banyak orang.

Terakhir adalah dengan memastikan kesehatan staf atau pengunjung yang datang ke rumah ibadah. Sehingga risiko penularan dapat dicegah dari awal.

Hari ini Satgas Covid-19 Nasional melaporkan 5.534 kasus positif baru, menjadikan total kasus Covid-19 di Indonesia telah mencapai 511.836. Dari total penambahan kasus positif harian secara nasional, Provinsi DKI Jakarta menyumbang kasus positif tertinggi yakni sebanyak 1.273. Kemudian, disusul Jawa Tengah sebanyak 1.008 kasus baru, dan Jawa Barat melaporkan terdapat 741 kasus positif. Sedangkan, di Jawa Timur tercatat terdapat 402 kasus baru dan di Sumatra Barat sebanyak 260 kasus.

Upaya menjaga protokol kesehatan dengan ketat masih menjadi aspek yang sangat penting. Terutama saat vaksin Covid-19 masih belum bisa diperoleh secara pasti waktunya.

Sekretaris Kompartemen Jaminan Kesehatan Pengurus Pusat Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Tonang Dwi Ardyanto mengatakan saat ini ada 11 vaksin Covid-19 yang masih dalam uji klinis fase tiga. Artinya, masih dibutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan vaksin. Ia mengimbau masyarakat tetap terapkan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan.

"Realistis saja ya untuk mendapatkan vaksin yang cocok dan aman untuk manusia butuh waktu yang lama bisa tahunan. Makanya, masyarakat tetap terapkan 3M. Walaupun nanti ada vaksin ya tetap saja 3M itu harus dilaksanakan bagi personal dan untuk komunal jangan berkerumun," katanya saat dihubungi Republika.

Kemudian, ia melanjutkan tadinya ada 48 kandidat vaksin Covid-19. Namun, untuk uji klinis fase tiga hanya 11 vaksin sepertinya lolos untuk diuji klinis fase empat. Sebelas vaksin itu ada dari beberapa negara seperti Prancis, Cina, Inggris dan Amerika Serikat.

"Saya kira pemerintah akan berhati hati ya dalam hal ini. Ia pasti melihat perkembangan vaksin setiap harinya. Vaksin ini kan harus diuji coba dulu kalau aman untuk manusia baru digunakan untuk masyarakat," kata dia.

Ia berharap pemerintah tetap melakukan 3T yaitu yaitu testing, tracing dan treatment secara intensif. Sebab, 3T merupakan senjata untuk mengurangi kasus Covid-19 di masyarakat. "Jadi, 3M dan 3T ini tetap harus dilakukan ya masalah pandemi Covid-19 belum selesai sekalipun ada vaksinnya," kata dia.

photo
Ventilasi Durasi Jarak - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement