Rabu 25 Nov 2020 18:03 WIB

Pembunuhan Sipil oleh Pasukan Australia Berefek ke NATO

Warga Afghanistan minta pembunuhan warga sipil oleh semua misi asing diselidiki

Red: Nur Aini
Pengungkapan pembunuhan warga sipil mengerikan oleh pasukan Australia di Afghanistan menambah kebencian kepada NATO
Pengungkapan pembunuhan warga sipil mengerikan oleh pasukan Australia di Afghanistan menambah kebencian kepada NATO

 

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pengungkapan pembunuhan warga sipil mengerikan oleh pasukan Australia di Afghanistan menambah kebencian yang mengakar terhadap semua pasukan asing di negara yang dilanda perang itu.

Baca Juga

Di tengah perundingan perdamaian bersejarah yang terhenti antara pemerintah dan Taliban, Afghanistan menerima laporan mengejutkan pekan lalu bahwa pasukan Australia telah membunuh sedikitnya 39 warga sipil Afghanistan dengan darah dingin. Laporan tentang pembunuhan warga sipil segera menuai protes dari kelompok hak asasi manusia dan otoritas resmi yang memiliki akses ke informasi tangan pertama di Afghanistan.

Tetapi suara-suara dari tempat kejadian, terutama dari keluarga-keluarga yang terkena dampak di provinsi selatan yang bergolak, belum muncul karena kurangnya akses ke media di bagian-bagian terpencil negara pegunungan tersebut serta kendala tambahan berupa meningkatnya kekerasan di kawasan dan musim dingin.

Berbicara kepada Anadolu Agency, sejumlah warga Afghanistan menyatakan kesedihannya terhadap semua Kharijite (orang asing) tanpa membedakan antara pasukan Australia yang dihukum dan 20 negara NATO lainnya yang ditempatkan di negara mereka sejak jatuhnya rezim Taliban pada 2001.

“Mereka [pasukan asing] semuanya sama, menurut Anda untuk apa mereka datang ke sini [ke Afghanistan]? Apakah menurutmu mereka peduli pada kita?” tanya Abdul Baqi, seorang korban ledakan ranjau darat di distrik Garmsir di provinsi Helmand selatan, sementara sebagian besar ledakan ini dilakukan oleh Taliban.

Dengan janggut putih besar yang bersinar, mata kecoklatan yang dalam, dan suara serak, Baqi menggigil di tengah musim dingin Kabul yang membekukan di trotoar di area pasar tua Kabul. Dia mengklaim bahwa penyelidikan menyeluruh akan mengungkap kejahatan perang yang terkait dengan misi asing di negara tempat misi tempur yang dipimpin NATO berakhir pada 2014.

Komisi Hak Asasi Manusia Independen Afghanistan (AIHRC) juga telah menuntut semua perwakilan asing, terutama Inggris, membuka penyelidikan publik independen untuk menyelidiki dugaan pembunuhan di luar hukum oleh pasukan khusus Inggris di negara yang dilanda perang tersebut. AIHRC mengklaim dalam sebuah pernyataan bahwa laporan yang didokumentasikan menunjukkan misi militer asing lainnya juga telah melakukan pelanggaran terhadap hukum hak asasi manusia internasional dan hukum konflik bersenjata.

“AIHRC menyerukan kepada AS, Inggris, dan negara-negara lain dengan kehadiran bersenjata di Afghanistan untuk menanggapi laporan media ini, dan menyelidiki partisipasi pasukan mereka, dan kepemimpinan, tindakan kekerasan terhadap tahanan dan warga sipil,” kata mereka.

AIHRC menambahkan secara khusus, Inggris harus membuka penyelidikan publik secara independen untuk meninjau dan menyelidiki tuduhan pembunuhan di luar hukum oleh pasukan khususnya.

Tak ada tempat yang aman

Shah Wali dan Aadil Shah baru-baru ini membawa keluarga mereka ke Kabul untuk melarikan diri dari perang wilayah antara pasukan keamanan Afghanistan dan Taliban di provinsi Kunduz utara, yang sering kali menjadi tempat pertempuran udara AS.

Dua warga itu mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa dengan ledakan berturut-turut, serangan roket, dan pembunuhan target, mereka juga merasa tidak aman di ibu kota Kabul yang dianggap sangat aman.

“Lebih baik di sana (di Kunduz). Setidaknya kami tahu di mana Taliban menyerang dan pertempuran sedang berlangsung,” kata Wali.

Kunduz mengalami beberapa serangan udara oleh pasukan AS dan Afghanistan yang berakhir dengan menewaskan warga sipil, tutur dia. Salah satu insiden mengerikan tersebut adalah serangan bom udara yang terkenal oleh AS atas perintah seorang komandan lokal Jerman di sebuah kapal tanker minyak yang diyakini telah jatuh ke tangan para pemberontak.

Serangan itu menewaskan sekitar 100 warga sipil pada tahun 2009.

"Di satu sisi, kami dibunuh oleh Taliban dan di sisi lain oleh pasukan asing," kata Shah, mengomentari pembunuhan oleh pasukan Australia.

Selidiki kejahatan perang

Bagi banyak orang di Afghanistan, Presiden Donald Trump memberikan pengampunan kepada dua perwira militer AS yang dituduh melakukan kejahatan perang di Afghanistan adalah kemunduran bagi upaya perdamaian.

Menurut aktivis hak-hak sipil yang berbasis di Kandahar, Mohammad Ibrahim, kejahatan perang oleh Australia dan pemblokiran terus menerus terhadap upaya Pengadilan Kriminal Internasional untuk menyelidiki kejahatan perang semacam itu di Afghanistan tidak hanya menghancurkan semua warga Afghanistan dan memicu pemberontakan, tetapi juga mempromosikan budaya impunitas yang mengakibatkan pembunuhan warga sipil yang tidak terkendali.

"Jika Anda melihat semua contoh korban sipil di seluruh penjuru negara [Afghanistan], tidak ada seorang pun dari pasukan asing, Taliban atau pasukan Afghanistan pernah dituntut. Martabat manusia hilang begitu saja dalam perang kejam di mana semua pihak harus disalahkan," kata Ibrahim kepada Anadolu Agency.

Pembicaraan damai yang berlangsung terus-menerus gagal untuk memperlambat korban sipil di Afghanistan, kata PBB awal bulan ini, karena angka baru menunjukkan 5.939 warga sipil menjadi korban kekerasan di negara itu dalam sembilan bulan pertama tahun ini.

Sekitar 2.117 warga sipil tewas dan 3.822 lainnya terluka dari 1 Januari hingga 30 September, menurut Misi Bantuan PBB untuk Afghanistan. Otoritas Australia baru-baru ini merilis rincian penyelidikan atas pembunuhan sedikitnya 39 warga sipil oleh pasukan khusus mereka di Afghanistan.

Kepala Pasukan Pertahanan Australia Jenderal Angus Campbell meminta maaf dari Afghanistan saat dia memberikan rincian mengerikan dari penyelidikan tersebut.

sumber : https://www.aa.com.tr/id/dunia/pembunuhan-sipil-oleh-pasukan-australia-di-afghanistan-tingkatkan-kebencian-pada-nato/2054937
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement