Rabu 25 Nov 2020 13:30 WIB

Eropa Izinkan Boeing 737 MAX Mengudara Awal Tahun Depan

Badan keamanan penerbangan Eropa menetapkan syarat sebelum MAX boleh terbang.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolandha
Regulator Eropa pada Selasa (24/11) memulai jadwal untuk mengembalikan Boeing 737 MAX ke langit Eropa awal tahun depan, setelah larangan penerbangan hampir dua tahun yang disebabkan oleh kecelakaan fatal. Badan Keamanan Penerbangan Uni Eropa (European Union Aviation Safety Agency/ EASA) menetapkan persyaratan untuk mengizinkan Boeing 737 MAX kembali ke udara.
Foto: EPA-EFE/ANDY RAIN
Regulator Eropa pada Selasa (24/11) memulai jadwal untuk mengembalikan Boeing 737 MAX ke langit Eropa awal tahun depan, setelah larangan penerbangan hampir dua tahun yang disebabkan oleh kecelakaan fatal. Badan Keamanan Penerbangan Uni Eropa (European Union Aviation Safety Agency/ EASA) menetapkan persyaratan untuk mengizinkan Boeing 737 MAX kembali ke udara.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Regulator Eropa pada Selasa (24/11) memulai jadwal untuk mengembalikan Boeing 737 MAX ke langit Eropa awal tahun depan, setelah larangan penerbangan hampir dua tahun yang disebabkan oleh kecelakaan fatal. Badan Keamanan Penerbangan Uni Eropa (European Union Aviation Safety Agency/ EASA) menetapkan persyaratan untuk mengizinkan Boeing 737 MAX kembali ke udara. Syarat-syaratnya termasuk pelatihan baru dan memperbarui perangkat lunak MCAS yang terlibat dalam kecelakaan yang menewaskan total 346 orang pada 2018 dan 2019.

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melanjutkan penerbangan di Eropa tergantung pada pelatihan pilot dan jumlah waktu yang dibutuhkan maskapai untuk meningkatkan perangkat lunak MCAS. Selain itu, juga bergantung pada tindakan lain yang diamanatkan oleh EASA.

Baca Juga

Penerbangan MAX di AS akan dilanjutkan pada 29 Desember. Ini terjadi enam minggu setelah Administrasi Penerbangan Federal AS mencabut larangannya pada 18 November.

Kecelakaan di Indonesia dan Etiopia memicu serangkaian investigasi yang menyalahkan Boeing karena desain yang buruk dan Administrasi Penerbangan Federal AS dengan pengawasan yang lemah. Para penyelidik mengatakan versi terbaru dari jet paling laris di dunia itu meluncur ke bawah berulang kali karena MCAS secara keliru percaya bahwa hidung pesawat mengarah terlalu tinggi. Ini mengancam hilangnya daya angkat, karena satu sensor "Angle of Attack" yang salah.

Meskipun pesawat memiliki dua sensor seperti itu, hanya satu yang dirancang untuk digunakan pada satu waktu, menghilangkan cadangan yang lain. Aturan baru memberlakukan perubahan yang dirancang untuk membuat keduanya tetap aktif.

"Masalah mendasar dari MCAS asli adalah bahwa banyak pilot bahkan tidak tahu bahwa itu ada di sana," kata EASA dalam sebuah pernyataan yang menjelaskan mengapa mereka bersikeras untuk melakukan tinjauan yang lebih menyeluruh.

"Dalam versi kecelakaan pesawat, tidak ada lampu peringatan untuk membuat pilot mengetahui bahwa sensor AoA rusak, sehingga hampir tidak mungkin untuk menentukan akar penyebab masalahnya," kata EASA.

EASA juga mengeluarkan pembatasan sementara pada penggunaan autopilot. Beberapa regulator telah menunggu keputusan EASA sebelum mencabut larangan mereka sendiri karena krisis keselamatan Boeing selama 20 bulan menguji kepercayaan pada kepemimpinan penerbangan AS.

EASA mewakili 27 negara Uni Eropa ditambah empat negara lain termasuk Norwegia, yang memesan 92 pesawat. Hingga 31 Desember, EASA juga mewakili Inggris, yang meninggalkan blok UE pada Januari.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement