Selasa 24 Nov 2020 23:45 WIB

Istri Belanjakan Uang Suami tanpa Izin, Apa Hukumnya?

Terdapat ketentuan dalam penggunaan harta suami oleh istri

Terdapat ketentuan dalam penggunaan harta suami oleh istri. Ilustrasi harta suami
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Terdapat ketentuan dalam penggunaan harta suami oleh istri. Ilustrasi harta suami

REPUBLIKA.CO.ID, Assalamu'alaikum Wr Wb. Bolehkah mengambil dan menggunakan pendapatan suami tanpa izin suami (tanpa persetujuan dan konfirmasi kepada suami)? Kadang istri menggunakan untuk kebutuhan pribadi atau keluarga juga. Mohon penjelasannya, Ustadz!

Ilham – Tangerang 

Baca Juga

Jawaban disampaikan Ustadz Oni Sahroni, anggota DSN MUI dan dosen Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta

Wa'alaikumussalam Wr Wb  

Saat ada kesepakatan, maka yang menjadi rujukan adalah kesepakatan, termasuk kewenangan pengelolaan keuangan keluarga. Tetapi, saat tidak ada kesepakatan, maka harus ada konfirmasi dan izin suami, kecuali untuk keperluan ringan dan lazim. Coba kita jelaskan dalam poin-poin berikut: 

Pertama, jika menelaah hadits-hadits Rasulullah SAW terkait, didapatkan hadis-hadis berikut:

(a) Sebagian hadits menjelaskan, istri boleh menggunakan pendapatan dan aset suami tanpa izinnya. Di antaranya hadits: 

 إذا أنفقت المرأة من كَسْب زوجها من غير أمره فلها نصفُ أجره "Jika wanita menginfakkan dari penghasilan suaminya dengan tanpa perintahnya, maka suaminya mendapatkan separuh pahala". (HR Bukhari). Kemudian terdapat hadits: 

 إذا أنفقت المرأة من طعام زوجها غير مُفْسدة كان لها أجرها بما أنفقت، ولزوجها أجره بما اكتسب ، وللخازن مثل ذلك ، لا يَنقص بعضهم من أجر بعضٍ شيئًا

 "Jika wanita menafkahkan dari makanan rumahnya tanpa menimbulkan mafsadah (masalah), ia mendapatkan pahala dengan apa yang dinafkahkannya dan bagi suaminya mendapatkan pahala dengan apa yang diusahakannya. Penanggungjawab gudang juga mendapatkan hal yang sama, masing-masing dari mereka tidak mengurangi pahala sebagian lainnya sedikit pun." (HR Bukhari Muslim).

أن أسماء قالت للنبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ : ما لي مال إلا ما أدخله عليَّ الزبير ، أفأتصدق ؟ قال: ” تصدَّقي ، ولا توعي فيُوعى عليك

Dari Asma' binti Abu Bakar bahwa ia mendatangi Nabi SAW dan bertanya, "Wahai Rasulullah, aku tidak punya apa-apa untuk disedekahkan selain yang diberikan Zubair kepadaku (untuk belanja rumah tangga). Berdosakah aku apabila uang belanja itu aku sedekah kan ala kadarnya?". Maka beliau menjawab: "Sedekahkanlah ala kadarnya sesuai dengan kemampuanmu ..." (HR Muslim).

(b) Sedangkan beberapa hadits Rasulullah SAW lainnya menjelaskan bahwa istri tidak boleh menggunakannya kecuali dengan izin suami. Di antaranya: 

 لا يجوز لامرأةٍ عطيةٌ إلا بإذن زوجها "Tidak boleh bagi seorang wanita memberikan sesuatu kecuali dengan seizin suaminya." (HR Ahmad) Selain itu, terdapat hadits: 

لا تُنْفِق امرأة شيئًا من بيت زوجها إلا بإذن زوجها "Janganlah seorang wanita menafkahkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali dengan izinnya." (HR Tirmidzi).

Kedua, menurut Imam Nawawi, perbedaan makna hadits Rasulullah SAW tersebut karena perbedaan konteks. Setiap istri boleh mengambil dan memanfaatkan pendapatan (aset suami) untuk keperluan yang pada umumnya diizinkan suami, seperti kebutuhan dan biaya ringan. Sedangkan, saat peruntukan dan kebutuhan biaya besar, harus mendapatkan izin suami, baik lisan, tertulis, maupun tradisi.

Imam Nawawi mengatakan, sesungguhnya ketentuan tersebut berlaku untuk biaya yang pada umumnya diizinkan suami. Jika melebihi kadar yang lazim tersebut, tidak diperbolehkan.

Kesimpulan ini adalah makna sabda Rasulullah SAW, "Jika istri menggunakan makanan milik suami dan tidak merusaknya. Kemudian an-Nawawi menjelaskan, hadits memberikan contoh dengan makanan karena pada umumnya diizinkan suami, berbeda dengan dirham dan dinar menurut kebanyakan personal/keluarga dan kondisi. (Syarh Sahih Muslim, 113).

Ketiga, berdasarkan penjelasan tersebut, bisa dirumuskan kaidah-kaidah penggunaan harta suami oleh istri. Sebagaimana yang dijelaskan Syekh 'Athiyah Saqr (ketua komisi fatwa al-Azhar, Kairo, pada zamannya), yaitu sebagai berikut:

(a) Saat ada kesepakatan antara suami dan istri terkait dengan perun tukan dan penggunaan harta milik istri dan harta milik suami, maka kesepakatan itu yang menjadi rujukan.

(b) Saat tidak ada kesepakatan, harus ada konfirmasi dan izin suami, kecuali untuk keperluan ringan dan lazim.

(c) Saat suami kikir dan tidak menyediakan biaya cukup untuk kebutuhan asasi istri dan anak-anaknya, istri boleh menggunakannya sebagaimana hadis Hindun.

(d) Berbeda kondisinya saat istri menggunakan pendapatan harta milik nya, maka ia boleh menggunakannya tanpa izin suami untuk peruntukan yang halal, sebagaimana Zainab yang membuat sesuatu dengan tangannya sendiri dan bersedekah dari hasil kerjanya kepada dhuafa. (Az-Zarqani 'ala Mawahib 3/247). Wallahu a'lam.  

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement