Senin 23 Nov 2020 17:34 WIB

China Ingin Tingkatkan Angka Kelahiran

China dongkrak angka kelahiran demi mengantisipasi menyusutnya angkatan kerja

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
 Anak perempuan mengenakan masker masker di atas gendongan seorang pria sambil menyusuri jalanan di Beijing, China. China dongkrak angka kelahiran demi mengantisipasi menyusutnya angkatan kerja. Ilustrasi.
Foto: AP
Anak perempuan mengenakan masker masker di atas gendongan seorang pria sambil menyusuri jalanan di Beijing, China. China dongkrak angka kelahiran demi mengantisipasi menyusutnya angkatan kerja. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China akan berupaya meningkatkan angka kelahiran di negaranya. Tujuan utama dari kebijakan tersebut adalah mengantisipasi menyusutnya angkatan kerja.

Surat kabar China Daily dalam laporannya pada Senin (23/11) mengatakan, pemerintah akan menawarkan dukungan keuangan dan kebijakan ekstensif guna mendorong pasangan atau keluarga di negara tersebut mempunyai lebih banyak anak. “Kebijakan populasi yang lebih inklusif akan diperkenalkan untuk meningkatkan kesuburan, kualitas tenaga kerja, dan struktur populasi,” kata Wakil Presiden Asosiasi Penduduk China Yuan Xin.

Baca Juga

Dengan kebijakan baru tersebut, batasan jumlah anak yang sebelumnya diterapkan Pemerintah China bakal benar-benar dilonggarkan. Pada 1978, China memperkenalkan "kebijakan satu anak" yang kontroversial.

Pertumbuhan populasi yang cepat, terutama di wilayah perdesaan, dinilai mengganggu pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, kebijakan satu anak bertujuan mengurangi tingkat kemiskinan.

Pada 2016, China mulai melonggarkan pembatasan jumlah anak untuk setiap keluarga. Warga diperkenankan memiliki dua anak. Berkurangnya angkatan kerja menjadi faktor utama di balik keputusan tersebut. Beberapa ahli menilai sekarang sudah waktunya Beijing menyingkirkan semua pembatasan.

“Diperlukan lebih banyak penelitian dan diskusi mengenai kapan kebijakan tersebut dapat lebih longgar dan sejauh mana kebijakan itu akan dilonggarkan. Apakah semua pasangan akan diizinkan untuk memiliki tiga anak atau apakah kebijakan keluarga berencana akan sepenuhnya dihapuskan,” kata Lu Jiehua, seorang profesor studi populasi di Universitas Peking dikutip laman Aljazirah.

Akhir tahun lalu, China mencatat terdapat 254 juta warga yang berusia 60 tahun atau lebih atau sekitar 18,1 persen dari total populasi. Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 300 juta pada 2025 dan 400 juta pada 2035. Hal itu diperkirakan akan memberi tekanan besar pada kesehatan negara dan sistem perawatan sosial.

Sedangkan berdasarkan tren saat ini, jumlah penduduk usia kerja bisa turun hingga 200 juta pada tahun 2050. Terlepas dari pelonggaran kebijakan satu anak pada 2016, jumlah kelahiran hidup per 1.000 orang turun ke rekor terendah 10,48 tahun lalu. Sementara pada 2018 angkanya masih 10,94.

"Untuk secara proaktif mengatasi populasi yang menua, tindakan mendesak diperlukan untuk mereformasi kebijakan keluarga berencana negara kita dan membebaskan kesuburan," kata Zheng Bingwen, pakar dari Akademi Ilmu Sosial China.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement