Senin 23 Nov 2020 07:01 WIB

Bergantung pada Allah, Setinggi dan Serendahnya Iman

Setiap hamba harus tetap menggantungkan pengharapannya kepada Allah SWT.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Lafadz Allah
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Lafadz Allah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Manusia biasa memang tidak luput dari dosa, dan juga tidak dipungkiri juga dapat memiliki keteguhan iman yang kuat. Namun demikian, dalam dua kondisi tersebut sudah seyogyanya setiap hamba harus tetap menggantungkan pengharapannya kepada Allah SWT.

Ibnu Athaillah dalam kitabnya Al-Hikam menjelaskan: “Laa nihaayata limadammika in arja’aka ilaika, wa laa tafrughu madaihuka in azhara judahu alaika kun bi-aushaafi rububuyatihi muta’alliqan, wa bi-awshaafi ubudiyyatika mutahaqqiqan,”.

Yang artinya: “Engkau akan terus-menerus menjadi orang tercela jika Allah membiarkan keburukanmu, dan engkau akan menjadi orang yang selalu terpuji saat Allah menampakkan kemurahan-Nya atasmu. Teruslah bergantung pada sifat-sifat rububiyah Allah dan laksanakanlah sifat-sifat ubudiyah-mu kepada-Nya,”.

Manusia, kata Ibnu Athaillah, selalu memiliki dorongan untuk berlaku keburukan. Jika ia menggantungkan pengharapan kepada Allah, maka segala usahanya untuk menjauhi keburukan itu akan terlaksana.

 

Ketahuilah, tidak ada jalan selamat dari hawa nafsu dan gejolaknya, kecuali dengan bergantung dan berlindung kepada Allah SWT. Untuk itu, Ibnu Athaillah menganjurkan agar setiap umat Islam dapat bergantung pada sifat-sifat rububiyah Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement