Kamis 19 Nov 2020 17:11 WIB

Saksi Ungkap Pertemuan Tommy, Prasetijo, dan Napoleon

Fransiscus Ario Dumais, mantan sekretaris pribadi Napoleon hari ini bersaksi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Sejumlah saksi menghadiri sidang lanjutan terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum atas perkara suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sejumlah saksi menghadiri sidang lanjutan terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (19/11). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan sejumlah saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum atas perkara suap kepada jaksa dan perwira tinggi Polri serta pemufakatan jahat. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Pribadi Irjen Napoleon Bonaparte, Fransiscus Ario Dumais membongkar adanya pertemuan yang dilakukan Pengusaha Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Irjen Napoleon Bonaparte. Hal tersebut Ario ungkapkan saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap penghapusan red notice Djoko Tjandra di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (19/11).

Ario mengungkapkan kepada jaksa bahwa, Prasetijo sempat menghadap Napoleon yang merupakan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) sebanyak dua kali bersama Tommy Sumardi. Pertemuan tersebut terjadi pada awal April 2020 dan Mei 2020.

Baca Juga

"Apakah ada Prasetijo Utomo beberapa kali menghadap ke Kadiv?" tanya JPU M Yusuf Putra kepada Ario.

"Ada seingat saya dua kali (menghadap Napoleon) bersama Pak Tommy (Tommy Sumardi)," kata," jawabnya.

Kemudian, Ario  menjelaskan, bahwa Tommy Sumardi pernah tiga kali kembali menemui Irjen Napoleon Bonaparte. Namun, kedatangannya itu, kata Ario, tanpa ditemani dengan Brigjen Prasetijo Utomo. Brigjen Prasetijo Utomo merupakan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri yang juga terdakwa dalam kasus ini.

"Yang pertama awal April, tanggal 16 April, Prasetijo tidak terlihat hanya Tommy yang datang sendiri, tanggal 28 April Pak Tommy datang sendiri tapi tidak sempat ketemu karena Pak Napoleon rapat di ruang kerja tapi sempat menunggu di ruang sespri. Tanggal 29 April, Pak Tommy datang sendiri pada saat itu tidak sempat bertemu juga beliau datang ingin bertemu tapi Napoloen," beber Ario.

In Picture: Tommy Sumardi DIdakwa Suap Dua Jenderal Polisi

photo
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Tommy Sumardi menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (2/11). Tommy Sumardi yang merupakan pengusaha didakwa turut membantu Djoko Tjandra dalam menyuap Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Republika/Thoudy Badai - (Republika/Thoudy Badai)

Dalam pertemuan di tanggal 16 April dengan Napoleon, Tommy disebut  membawa sebuah kantong kertas (paper bag). Paper bag tersebut pun tidak lagi dibawa Tommy seusai pertemuan.

"Paper bag, dibawa Pak Tommy dibawa ke Kadiv. (setelah keluar) paper bag tidak bawa lagi," ungkapnya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Pengusaha Tommy Sumardi menjadi perantara suap terhadap kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS, serta kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai 150 ribu dolar AS.

Tommy Sumardi menjadi perantara suap dari terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Suap itu ditujukan agar nama Djoko Tjandra dihapus dalam red notice atau Daftar Pencarian Orang Interpol Polri.

Sementara, Djoko Tjandra didakwa menyuap Irjen Napoleon sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS. Djoko Tjandra juga didakwa memberikan suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar 150 ribu dolar AS. Suap itu diberikan Djoko Tjandra melalui perantara seorang pengusaha, Tommy Sumardi.

Djoko Tjandra diduga menyuap dua jenderal polisi tersebut untuk mengupayakan namanya dihapus dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Ditjen Imigrasi, dengan menerbitkan surat yang ditujukan kepada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI.

photo
Djoko Tjandra - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement