Kamis 19 Nov 2020 14:05 WIB

Pentingnya Ngaji Pakai Kitab

Mengaji pakai kitab memiliki keutamaan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Pentingnya <em>Ngaji </em>Pakai Kitab. Foto: Ilustrasi Kitab kuning
Foto: Republika/Mardiah
Pentingnya Ngaji Pakai Kitab. Foto: Ilustrasi Kitab kuning

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengaji harus ada kitabnya, misalnya ngaji tentang fiqih harus pakai kitab fiqih atau ngaji tentang tafsir harus pakai kitab tafsir. Pentingnya mengaji pakai kitab agar manusia tidak seenaknya mengutip ayat Alquran dan hadis, lalu kesimpulan hukumnya bisa ditarik kesana kemari seperti karet yang melar.

Ustaz Ahmad Sarwat Lc dalam buku berjudul 'Ngaji Pakai Kitab' terbitan Rumah Fikih Publishing menjelaskan bahwa ngaji harus ada kitabnya. Ia juga menjelaskan tentang kitab kuning.

Baca Juga

Ustaz Sarwat mengatakan, kitab kuning adalah istilah yang disematkan pada kitab-kitab berbahasa Arab, yang biasa digunakan di banyak pesantren sebagai bahan pelajaran. Materi yang termuat di dalam kitab kuning sangat beragam. Mulai dari masalah aqidah, tata bahasa Arab, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu ushul fiqih, ilmu fiqih, ilmu sastra bahkan sampai cerita dan hikayat yang tercampur dengan dongeng.

"Secara umum, keberadaan kitab-kitab ini sesungguhnya merupakan hasil karya ilmiyah para ulama di masa lalu. Salah satunya adalah kitab fiqih, yang merupakan hasil kodifikasi dan istimbath hukum yang bersumber dari Alquran dan As-Sunnah," kata Ustaz Sarwat dalam bukunya.

 

Ia mengatakan, para santri dan pelajar yang ingin mendalami ilmu fiqih, tentu perlu merujuk kepada literatur yang mengupas ilmu fiqih. Kitab kuning itu, sebagiannya berbicara tentang ilmu fiqih.

Ia mengingatkan, ilmu fiqih adalah ilmu yang sangat vital untuk mengambil kesimpulan hukum dari dua sumber asli ajaran Islam. Boleh dibilang bahwa tanpa ilmu fiqih, maka manfaat Alquran dan As-Sunnah menjadi hilang.

"Sebab manusia bisa dengan seenaknya membuat hukum dan agama sendiri, lalu mengklaim suatu ayat atau hadis sebagai landasannya," ujarnya.

Ustaz Sarwat menegaskan, tidak boleh seenaknya asal kutip Alquran dan hadis. Harus ada kaidah-kaidah tertentu yang dijadikan pedoman.

Menurutnya, kalau semua orang bisa seenaknya mengutip ayat Alquran dan hadis, lalu kesimpulan hukumnya bisa ditarik kesana kemari seperti karet yang melar, maka bubarlah agama ini. Paham sesat seperti liberalisme, sekulerisme, kapitalisme, komunisme, bahkan atheisme sekalipun bisa dengan seenak dengkulnya mengutip ayat dan hadis.

"Maka ilmu fiqih adalah benteng yang melindungi kedua sumber ajaran Islam itu dari pemalsuan dan penyelewengan makna dan kesimpulan hukum yang dilakukan oleh orang-orang jahat," jelasnya.

Untuk itu, kata Ustaz Sarwat, setiap Muslim wajib hukumnya belajar ilmu fiqih, agar tidak jatuh ke jurang yang menganga dan gelap serta menyesatkan. Salah satu media untuk mempelajari ilmu fiqih adalah dengan kitab kuning.

Ia menegaskan, tidak benar kalau dikatakan bahwa kitab kuning itu menyaingi kedudukan Alquran. Tuduhan serendah itu hanya datang dari mereka yang kurang memahami duduk masalahnya.

Ustaz Sarwat juga mengingatkan agar tidak salah menilai kitab kuning atau menyamakan kitab kuning dengan kitab yang mirip kitab kuning. Bukan sebuah jaminan bahwa semua kitab kuning itu berisi ilmu-ilmu syariah yang benar. Terkadang dalam satu atau dua kasus, menemukan juga buku-buku yang kurang baik yang ditulis dengan format kitab kuning.

Misalnya buku tentang mujarrobat, buku tentang ramalan, tentang doa-doa amalan yang tidak bersumber dari sunnah yang shahih atau cerita-cerita bohong yang bersumber dari kisah-kisah bani Israil (israiliyat). Itu juga ditulis dalam format kitab kuning.

Jenis kitab kuning yang seperti itu tentu tidak bisa dikatakan sebagai bagian dari ilmu-ilmu keislaman yang benar. "Kita harus cerdas membedakan matreri yang tertuang di dalam media yang sekilas mungkin sama-sama sebagai kitab kuning," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement