Rabu 18 Nov 2020 16:26 WIB

Kurang Tidur Ganggu Kemampuan Otak Melupakan Rasa Takut

Gangguan tidur membuat seseorang lebih rentan terhadap kecemasan dan PTSD.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Susah tidur (Ilustrasi). Kurang tidur kronis mungkin memiliki efek berbeda pada kemampuan otak untuk melupakan kenangan menakutkan.
Foto: Republika/Wihdan
Susah tidur (Ilustrasi). Kurang tidur kronis mungkin memiliki efek berbeda pada kemampuan otak untuk melupakan kenangan menakutkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kurang tidur banyak terbukti memberikan imbas buruk bagi kesehatan secara umum. Temuan dari studi terkini, jumlah tidur yang tidak mencukupi disinyalir mengganggu kemampuan otak untuk melupakan rasa takut.

Studi pencitraan otak yang terbit di jurnal Biological Psychiatry: Cognitive Neuroscience and Neuroimaging mengulas hal tersebut. Riset digagas tim dari Universitas Pittsburgh, Sekolah Medis Harvard, dan Rumah Sakit Umum Massachusetts.

Baca Juga

Tim mengundang 154 relawan untuk menghabiskan tiga malam di laboratorium tidur. Pada malam pertama, mereka tidur dengan jadwal biasa. Pada malam kedua, mereka secara acak diminta tidur normal, dengan waktu terbatas, dan waktu yang kurang. Pada malam ketiga, semua relawan kembali diizinkan tidur seperti biasa.

Kelompok yang tidur dengan waktu terbatas hanya tidur setengah dari jumlah biasanya. Kelompok kurang tidur sama sekali tidak diperbolehkan tidur. Keesokan paginya, para relawan menjalani prosedur eksperimental standar untuk mengatasi ketakutan.

Prosedur itu melibatkan presentasi visual warna serta sengatan listrik ringan yang mengasosiasikan beberapa warna dengan perasaan terkejut atau perasaan aman. Para peneliti juga memindai otak semua peserta menggunakan MRI fungsional.

Pada malam hari, para relawan kembali melihat beberapa warna itu untuk mengetahui apakah mereka telah berhasil menghapus pengondisian rasa takut. Pemindaian menunjukkan mereka yang tidur normal berhasil mengondisikan rasa takut tersebut.

Kelompok ini juga menggunakan area regulasi korteks prefrontal yang menghambat emosi ketakutan. Sebaliknya, pada otak peserta dengan waktu tidur terbatas, jaringan salience dan daerah penghindaran rasa sakit diaktifkan dengan kuat.

"Mereka yang hanya tidur setengah malam menunjukkan aktivitas paling banyak di wilayah otak yang terkait dengan rasa takut dan paling sedikit aktivitas di area yang terkait dengan kontrol emosi," kata salah satu peneliti, Edward Pace-Schott.

Para peneliti berspekulasi bahwa tidur hanya pada paruh pertama malam membuat seseorang kehilangan sebagian besar tidur REM. REM adalah kondisi normal dari tidur yang ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan acak.

Dari studi terdahulu, diketahui bahwa tidur REM membantu seseorang melupakan kenangan menakutkan dari hari sebelumnya. Penelitian baru menunjukkan bahwa hal itu juga penting untuk menghilangkan pengondisian rasa takut pada hari berikutnya.

Para peneliti terkejut mendapati area otak terkait rasa takut pada peserta yang tidak tidur sama sekali dalam semalam menjadi tidak aktif selama fase pengondisian ketakutan. Mekanisme kompensasi diduga muncul ketika seseorang kurang tidur untuk melindungi otak.

Hasil itu menjelaskan mengapa gangguan tidur membuat seseorang lebih rentan terhadap kecemasan dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Penemuan ini mungkin juga memiliki implikasi untuk terapi eksposur bagi pengidap PTSD dan fobia.

Terapi bisa diterapkan pada pasien yang terpapar rangsangan yang memicu rasa takut dalam pengaturan terapeutik yang terkontrol. Namun, tim peneliti mengatakan perawatan demikian mungkin tidak bekerja dengan baik setelah tidur malam kurang berkualitas.

Catatan lain dari penulis, penelitian hanya menguji efek kurang tidur selama satu malam. Kurang tidur kronis mungkin memiliki efek berbeda pada kemampuan otak untuk melupakan kenangan menakutkan, dikutip dari laman Medical News Today.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement