Rabu 18 Nov 2020 14:08 WIB

Ekonomi Minus yang Diprediksi Bertahan Hingga 2020 Berakhir

Pertumbuhan ekonomi 2021 diprediksi hanya tumbuh setengah dari proyeksi pemerintah.

Warga berjalan di jembatan penyebarangan orang (JPO) Gelora Bung Karno, Jakarta.  Indonesia masih harus bekerja keras memulihkan ekonomi di kuartal keempat ini.
Foto: Aprillio Akbar/ANTARA
Warga berjalan di jembatan penyebarangan orang (JPO) Gelora Bung Karno, Jakarta. Indonesia masih harus bekerja keras memulihkan ekonomi di kuartal keempat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Adinda Pryanka, Antara

Dalam waktu 1,5 bulan Indonesia akan memasuki tahun 2021. Hingga akhir tahun perekonomian Indonesia diyakini masih akan tertekan. Ekonomi Indonesia di sepanjang tahun ini diprediksi tumbuh minus antara 1,7 persen hingga 0,6 persen.

Baca Juga

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan Indonesia masih harus bekerja keras memulihkan ekonomi di kuartal keempat ini. Tekanan terlihat di tengah tren pemulihan yang terjadi pada kuartal ketiga. Pada periode ini, ekonomi Indonesia tumbuh negatif 3,49 persen, setelah kontraksi dalam hingga level 5,32 persen pada kuartal sebelumnya.

Sri menyebutkan, periode Juli-September merupakan turning around atau titik balik dari kondisi ekonomi Indonesia. Perbaikan ini terlihat dari sisi konsumsi, investasi, ekspor dan impor hingga konsumsi pemerintah. "Momentum ini harus kita jaga," katanya.

 

Sri menjelaskan, berbagai upaya dilakukan untuk menahan dampak yang lebih dalam. Di antaranya, memaksimalkan instrumen belanja pemerintah, baik APBN maupun APBD. Keuangan negara digunakan secara optimal untuk mengakselerasi dan memulihkan perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19.

Di sisi lain, Sri berharap, dunia usaha sudah mulai mengalami pemulihan. Masyarakat juga memiliki kepercayaan diri terhadap kondisi dan keselamatan dari ancaman pandemi. Hal tersebut dibutuhkan kerja keras dari seluruh pihak dengan APBN sebagai instrumen penting dalam menghadapi pandemi dan dampaknya.

Pelaksanaan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga terus dilakukan dengan berbagai macam respons, fleksibel dan akuntabel. "Ini ditujukan untuk bisa kembali membuka perekonomian yang mengalami dampak luar biasa," ucap Sri.

Sampai dengan Rabu (11/11), penyerapan anggaran PEN sudah mencapai 55,5 persen dari pagu. Dari total anggaran RP 695,2 triliun, sebanyak Rp 386,01 triliun di antaranya telah dikucurkan dalam berbagai bentuk program. Beberapa program yang baru tersalur pada bulan ini, seperti subsidi bantuan gaji termin kedua, diharapkan dapat mengakselerasi tingkat penyerapan.

Tidak hanya fokus pada pandemi dan penanganannya, Sri menyebutkan, pemerintah kini juga melakukan transformasi serta reformasi. "Krisis Covid-19 harus dijadikan momentum untuk memperkuat dan akselerasi reformasi, kita bangun fondasi ekonomi lebih kuat," ucapnya.

Wakil Direktur Institute Development of Economic and Finance (Indef) Eko Listiyanto memproyeksikan, ekonomi Indonesia pada tahun depan hanya akan tumbuh setengah dari proyeksi pemerintah. Sebab, kapasitas dan utilisasi sektor riil diprediksi masih berada di level 50 persen, yang juga berdampak ke sektor keuangan.

Dalam Undang-Undang APBN 2021, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2021 dapat menyentuh lima persen. Tapi, Eko menilai, tantangan ekonomi di sektor riil dan moneter masih terlampau banyak untuk mencapai target tersebut. Khususnya perkembangan kasus Covid-19 di domestik maupun global.

"Kalau target pemerintah itu lima persen, saya perkirakan di separuhnya, 2,5 sampai tiga persen itu lebih realistis," ucapnya, hari ini.

Di sisi lain, Eko menambahkan, vaksinasi yang diharapkan dapat mengakselerasi pemulihan pun belum tentu dapat dilaksanakan tepat waktu. Perkiraan pemerintah untuk memulai proses vaksinasi pada semester satu dinilai masih menghadapi banyak hambatan dan tantangan.

Oleh karena itu, Eko menyebutkan, ekonomi Indonesia masih berjalan di level separuh dari kapasitas normal hingga akhir tahun depan. "Penanganan pandemi jadi kunci semuanya, termasuk untuk konteks ekonomi," katanya.

Eko mengakui, tren pemulihan sudah mulai terlihat pada kuartal ketiga. Beberapa indikator perekonomian menunjukkan peningkatan, termasuk Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur dan pertumbuhan beberapa sektor riil dibandingkan Mei.

Hanya saja, menurut Eko, pemulihan tersebut masih belum maksimal dan menyentuh level sebelum pandemi Covid-19. “Jadi, ada sedikit pemulihan tapi belum total,” tuturnya.

Untuk memperbaiki ekonomi, pemerintah didorong memberikan insentif berupa potongan pajak khususnya bagi industri dalam negeri yang produknya dikonsumsi secara berulang untuk menggenjot permintaan kredit pada 2021. “Kalau bicara barang berulang kali itu saja diberikan insentif, orang ramai beli, otomatis pelaku usaha akan melakukan pinjaman,” kata Ekonom senior Indef, Aviliani.

Menurut dia, kebijakan pada 2020 yang sebagian dana PEN dikontribusikan kepada perbankan untuk bisa menyalurkan kredit namun kenyataannya kredit hanya mampu tumbuh satu persen.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat realisasi kredit per Agustus 2020 mencapai Rp 5.522 triliun atau tumbuh 1,04 persen jika dibandingkan periode sama tahun 2019. Sementara itu, tingkat dana pihak ketiga (DPK) di perbankan hingga September 2020 tumbuh lebih tinggi yakni 12,88 persen, seiring penempatan dana pemerintah di perbankan.

Selain penempatan dana pemerintah, lanjut dia, tingginya DPK juga disebabkan masyarakat khususnya ekonomi menengah ke atas memilih menempatkan dananya di bank dan mengurangi konsumsi. Tak hanya itu, perusahaan juga cenderung menempatkan dananya untuk persiapan jika pandemi ini lebih panjang dengan menambah modal kerja yang disimpan di bank.

Ia menampik apabila bank disebut tidak mau memberikan kredit karena justru bank hidupnya dari penyaluran kredit yang memberikan keuntungan kepada perbankan. “Sering kali pemerintah melihat sektor perbankan sebagai sektor yang menjadi motor penggerak tapi perlu diingat perbankan itu follow the trade, follow the business. Kalau sektor riil tidak jalan, tentu perbankan tidak bisa jalan,” katanya.

Insentif, kata dia, juga bisa diberikan kepada perusahaan yang menggandeng petani sehingga mendongkrak pendapatan petani yang akhirnya mendorong permintaan terhadap kredit. Ia juga mengusulkan agar dana PEN untuk perlindungan sosial tidak dikurangi pada 2021 karena masyarakat tidak bisa langsung bekerja, kemudian penghasilan mereka langsung membaik.

Alokasi PEN 2020 yang mencapai Rp 695,2 triliun diturunkan jumlahnya di 2021 menjadi Rp 356 triliun. Sebanyak Rp 110,2 triliun di antaranya dialokasikan untuk perlindungan sosial atau menurun dibandingkan 2020 mencapai Rp 204 triliun karena dinilai terjadi perbaikan ekonomi.

“Regulator itu perlu melakukan out of the box yang tidak seperti sekarang karena kalau seperti sekarang, saya yakin tahun depan kredit tidak akan tumbuh lebih baik bahkan orang masih akan tetap menabung,” katanya.

Salah satu mesin untuk menggerakkan roda perekonomian adalah dengan merealisasikan program belanja pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan seluruh jajarannya untuk memaksimalkan realisasi belanja pemerintah di sisa tahun guna meningkatkan konsumsi masyarakat dan mempercepat pemulihan ekonomi.

Presiden Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diselenggarakan secara virtual di Jakarta, Rabu, mengatakan pemerintah perlu menambah perputaran uang dan kegiatan perekonomian di masyarakat. “Kita ingat di kuartal II konsumsi pemerintah ada di minus 6 persen, dan di kuartal III kita masuk ke positif 9 persen. Itulah trigger (pendorong) ekonomi kita dati kuartal II ekonomi minus 5,32 persen, ke kuartal III masuk ke ke tren positif yang masuk ke minus 3,49 persen,” kata Presiden.

Presiden menyoroti sejumlah program pemerintah yang masih terhambat. Dia menekankan terdapat proyek konstruksi yang belum masuk tahapan pengerjaan padahal sudah di akhir November 2020.

“November masih Rp 40 triliun dan itu adalah konstruksi. Terus nanti selesai barangnya kaya apa, kalau bangunan ya ambruk kalau jembatan ya ambruk. Hanya berapa bulan? Jangan sampai terulang-ulang semua menumpuk di akhir tahun,” kata Presiden.

Di situasi krisis akibat pandemi Covid-19 ini, ujar Presiden, belanja pemerintah adalah pendorong permintaan dan konsumsi masyarakat yang akan menumbuhkan perekonomian. Presiden meminta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk melakukan terobosan yang mengoptimalkan teknologi informatika. Terobosan itu agar pemerintah dapat mengawasi realisasi pengadaan barang/jasa pemerintah sehingga tidak selalu menumpuk di akhir tahun.

“Para menteri, kepala lembaga dan kepala daerah bisa diberikan alarm, bisa diberi peringatan agar mereka melakukan percepatan. Apalagi di kondisi pandemi seperti ini, sangat penting pengadaan dipercepat,” ujarnya.

Kepala Negara menyesalkan masih banyak jajarannya dan juga pemerintah daerah yang bekerja biasa-biasa saja, dan tidak memedulikan kondisi kegentingan untuk bekerja cepat dengan berbagai terobosan. “Belum berganti ke channel extraordinary, belum mengubah SOP nya dari normal ke shortcut yang penuh dengan terobosan akibatnya realisasi belanja yang sudah dianggarkan baik di APBN dan di APBDN terlambat,” ujar dia.

photo
resesi ekonomi - (Tim infografis Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement