Selasa 17 Nov 2020 18:45 WIB

'Dominasi Paham Konservatif di Medsos Bisa Picu Konflik'

Dominasi itu bisa menjadi langkah mundur bagi kalangan umat Islam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agus Yulianto
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Cendekiawan muslim Azyumardi Azra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cendekiawan Muslim Prof Azyumardi Azra turut menanggapi hasil penelitian yang dikeluarkan oleh Media and Religious Trend in Indonesia (Merit) Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Riset ini menyebut paham konservatif dan Islamis mendominasi media sosial.

Menurut Azyumardi, dominasi tersebut menjadi hal yang tidak baik karena bisa menjadi langkah mundur bagi kalangan umat Islam. "Termasuk juga bisa menciptakan konflik sesama Muslim," tutur mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu kepada Republika.co.id, Selasa (17/11).

Menurut Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Jakarta itu, diperlukan arus utama umat Islam Indonesia yang wasathiyyah (moderat). Paham keagamaan yang moderat harus lebih aktif di berbagai lini dakwah, seperti pada pendidikan dan media sosial.

Hasil riset Merit PPIM UIN Jakarta menemukan, paham moderat cenderung diam di media sosial, sedangkan paham konservatif dan islamis lebih aktif bersuara di media sosial. Hal ini disampaikan dalam agenda pemaparan hasil penelitian bertajuk 'Beragama di Dunia Maya: Media Sosial dan Pandangan Keagamaan di Indonesia' secara daring, Senin (16/11).

Koordinator Riset Merit, Iim Halimatusa'diyah mengungkapkan, aktor sentral dalam konstruksi narasi keagamaan di media sosial dikuasai oleh akun-akun yang cenderung berpaham islamis dan konservatif. Akun tersebut memiliki potensi viralitas tweet keagamaan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang moderat.

"Meski paham moderat memiliki proporsi yang lebih besar dibandingkan (paham) islamis, namun sifat partisipasinya yang cenderung diam jauh terkalahkan oleh gerakan islamis yang lebih aktif bersuara," kata Iim.

Selain itu, temuan lain yang berhasil diambil dari sentralitas aktor adalah tertutupnya jaringan sosial yang terbentuk antarklaster akun di Twitter. Ini menunjukkan minimnya interaksi antarpandangan keagamaan. Sebab, hampir seluruh jaringan di media sosial terbentuk hanya di antara akun yang memiliki pemahaman yang sama.

Meski pemahaman keagamaan lain juga banyak mewarnai diskursus agama terutama di platform Twitter, dengung konservatisme menguasai perbincangan di dunia maya. Persentase narasi paham keagamaan konservatif sebesar 67,2 persen, disusul dengan narasi paham keagamaan moderat 22,2 persen, narasi paham keagamaan liberal 6,1 persen, dan narasi paham keagamaan islamis 4,5 persen.

Iim menuturkan, kondisi demikian menguatkan posisi kelompok islamis sebagai noisy minority, yakni kelompok dengan jumlah sedikit namun gaungnya lebih besar di media sosial. Akibatnya, terjadi penguatan paham keagamaan yang sudah mereka yakini sebelumnya. "Mereka yang liberal menjadi semakin liberal, mereka yang konservatif semakin konservatif, dan mereka yang islamis akan menjadi semakin islamis," ujarnya.

Riset ini sendiri mengambil data dari dua platform media sosial yaitu Twitter dan YouTube dalam rentang waktu 2009-2019. Temuan utama penelitian ini adalah adanya dominasi narasi paham keagamaan konservatif di media sosial.

Penelitian ini dirilis oleh Koordinator Riset Merit, Iim Halimatusa'diyah dan Ahli Data, Taufik Sutanto. Penelitian ini mengkaji perkembangan pemahaman keagamaan di media sosial, faktor dan konteks sosial serta politik yang mempengaruhinya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement