Senin 16 Nov 2020 20:25 WIB

Presiden Turki Ingin Tetap Bagi Dua Siprus

Uni Eropa memasukkan Siprus ke dalam blok pada 2004

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Pos penjagaan Turki di perbatasan Siprus Utara.
Foto: Petros Karadjias/AP Photo
Pos penjagaan Turki di perbatasan Siprus Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa negaranya lebih suka pembagian permanen "dua negara" untuk penyelesaian sengketa pulau yang terbagi dengan Siprus. Hal itu dikatakan dalam kunjungan kontroversial-nya ke Siprus Utara, Ahad (16/11) waktu setempat.

Pembicaraan sebelumnya pernah dilakukan untuk penyatuan kembali pulau Mediterania yang terbagi antara Republik Siprus berbahasa Yunani, dan bagian utara yang diduduki oleh Turki sejak 1974.

Baca Juga

"Ada dua orang dan dua negara bagian yang terpisah di Siprus. Harus ada pembicaraan untuk solusi atas dasar dua negara bagian terpisah," ujar Erdogan dikutip dalam AlJazirah, Senin (16/11).

Uni Eropa memasukkan Siprus ke dalam blok pada 2004. Penyatuan kembali Siprus tampak lebih terpencil sejak nasionalis Turki yang didukung Erdogan, Ersin Tatar, terpilih sebagai pemimpin utara bulan lalu. Pemerintah Turki mengatakan, Erdogan dan Tatar akan membahas bagaimana memperkuat hubungan dan juga situasi di Mediterania timur yang lebih luas. Pembicaraan perdamaian terakhir yang disponsori PBB, berdasarkan reunifikasi pulau itu, gagal pada 2017.

Kunjungan Erdogan ke Siprus Utara terjadi pada saat ketegangan yang meningkat di Siprus dan di Mediternia Timur. Republik Siprus mengutuk Erdogan sebagai pembuat provokasi tanpa preseden.

Kunjungan Erdogan Ahad bertujuan juga untuk menandai ulang tahun Republik Turki Siprus Utara (TRNC) yang memproklamirkan diri. Presiden Turki juga mengunjungi daerah tepi pantai yang disengketakan, Varosha di utara. Kawasan resor mewah itu berubah menjadi kota hantu di sepanjang zona penyangga PBB yang telah membagi pulau itu sejak invasi Turki 1974.

Varosha merupakan sebuah resor pantai yang telah lama ditinggalkan yang pernah menjadi taman bermain para selebriti dan dijuluki sebagai "permata Mediterania". Invasi Turki kemudian diikuti pada 15 November 1983 oleh deklarasi TRNC. Sejak itu, Varosha telah menjadi kota hantu berpagar, di mana bekas hotel dan restoran mewah telah rusak dan ditumbuhi oleh rumput liar dan semak-semak.

Pasukan Turki sebagian membuka kembali tepi laut Varosha pada 8 Oktober, meski memicu kecaman internasional. Kendati demikian, Presiden Siprus Nicos Anastasiades mengutuk kunjungan Erdogan, serta apa yang dia sebut sebagai "tindakan separatis dari deklarasi rezim ilegal" yang bersejarah di utara.

Dia mengatakan kunjungan Erdogan berfungsi "mentorpedo" upaya yang dipimpin PBB untuk bekerja menuju penyelesaian masalah Siprus dalam pembicaraan antara Yunani dan Siprus Turki, Athena, Ankara, dan bekas kekuasaan kolonial London. Sikap Erdogan yang semakin tegas telah memicu protes di selatan yang berbahasa Yunani, dan juga di utara, di mana banyak warga Siprus Turki membenci campur tangan Ankara dalam politik pulau itu.

"Tidak ada gangguan! Kebebasan untuk semua!," ujar ratusan pengunjuk rasa Siprus Turki di utara Nicosia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement