Selasa 17 Nov 2020 00:18 WIB

Asal Mula Terjadinya Pertempuran di Ethiopia

Konflik di Ethiopia munculkan kekhawatiran akan adanya perang sipil berskala besar

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
 Ketua Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dan Presiden Wilayah Tigray saat ini Dr. Debretsion Gebremichael berbicara selama wawancara di wilayah Mekele Tigray, Ethiopia, 08 Juni 2019 (dikeluarkan 09 November 2020).
Foto: EPA-EFE/STR
Ketua Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dan Presiden Wilayah Tigray saat ini Dr. Debretsion Gebremichael berbicara selama wawancara di wilayah Mekele Tigray, Ethiopia, 08 Juni 2019 (dikeluarkan 09 November 2020).

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA - Sudah lebih dari satu pekan pasukan pemerintah Ethiopia bertempur melawan pemerintahan daerah yang berkuasa dan kuat di utara negara itu. Banyak laporan yang menyebutkan pertempuran itu sudah menewaskan ratusan orang.

Pemenang Nobel Perdamaian Perdana Menteri Abiy Ahmed mengerahkan pasukan pemerintah usai menuduh People's Liberation Front yang berkuasa di Tigray menyerang pangkalan militer pekan lalu. Pertempuran ini memaksa ribuan orang mengungsi.

Baca Juga

Media Amerika Serikat (AS) NPR melaporkan pesawat pemerintah menjatuhkan bom ke wilayah Tigray. Kedua belah pihak melontarkan retorika yang lebih keras, memicu kekhawatiran bentrokan ini mendorong perang sipil skala besar dan mengguncang stabilitas kawasan.

Skenario terburuk konflik ini dapat menarik negara tetangga Ethiopia. Seperti Sudan yang sedang melalui masa transisi rumit dan Somalia yang masih berperang melawan pemberontak.

Asal mula konflik ini bermula ketika Abiy mulai berkuasa pada 2018 lalu. Ia menggelar reformasi demokrasi dan negosiasi untuk mengakhiri konflik dengan Eritrea. Namun ia membubarkan Ethiopian People's Revolutionary Democratic Front (EPRDF) yang sudah berkuasa selama hampir 30 tahun.

EPRDF adalah koalisi partai berdasarkan etnis. Tigray People's Liberation Front (TPLF) mendominasi koalisi tersebut dan mengumpulkan kekuatan sebagai etnis minoritas. Masyarakat Tigraya hanya enam persen dari total populasi di Ethiopia.

Setelah Abiy mendorong mereka mundur, para pemimpin TPLF mundur ke kampung halaman mereka di utara Ethiopia. Sejak itu Abiy menuduh mereka mencoba mengganggu stabilitas negara. Dalam dokumen rapat yang dikirimkan ke jurnalis pada Kamis (12/11) lalu, kantor perdana menteri menuduh TPLF sebagai dalang kekerasan di seluruh negeri.

"Tangan tersembunyi TPLF ada dalam pembunuhan warga sipil di banyak bagian di negara," tulis dokumen tersebut.

Dokumen tersebut mengutip data intelijen tapi tidak memberikan buktinya. TPLF sudah membantah tuduhan semacam itu di masa lalu.

Namun organisasi pengungsi Internal Displacement Monitoring Centre mengungkapkan dalam dua tahun terakhir kekerasan memaksa tiga juta orang Ethiopia mengungsi. Namun kondisi semakin memburuk ketika Covid-19 menerpa negara terpadat kedua di benua Afrika itu.

Abiy harusnya memandu Ethiopia untuk menjalankan pemilihan demokratis pertama mereka pada musim panas lalu. Akan tetapi dengan alasan pandemi ia menunda rencana tersebut.  

TPLF mengatakan langkah pemerintah federal memperpanjang kekuasaannya sendiri tidak konstitusional. Maka mereka mengabaikan perintah Abiy dan membentuk komisi pemilihan mereka sendiri dan menggelar pemilihan daerah sendiri.

Pemerintah federal menyatakan pemilihan daerah Tigray tidak konstitusional. Kedua belah pihak saling menyerang legitimasi masing-masing.

Pekan lalu Abiy mengatakan TPLF telah melewati batas ketika menggelar serangan ke Pangkalan Militer Bagian Utara. "Pengkhianatan tidak akan pernah dilupakan," kata Abiy.

TPFL membantah melakukan serangan tersebut. Usai bentrokan pecah, di stasiun televisi, presiden wilayah Tigray Debretsion Gebremichael menyerukan dialog.

Dalam suratnya ke Uni Afrika ia menuduh pemerintah merebut kekuasaan. Ia mengatakan Abiy memenjarakan lawan-lawannya dan mencoba mengubah sistem federasi etnik sehingga perdana menteri menguasai semua wilayah.

"Rezim kediktatoran Dr. Abiy Ahmed mulai membongkar institusi negara yang didirikan secara konstitusional. Ia juga membahayakan persatuan negara ini," tulis Gebremichael dalam suratnya tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement