Senin 16 Nov 2020 01:23 WIB

Pekan Depan IHSG Cenderung Melemah

Masih tingginya kasus Covid-19 membuat pergerakan IHSG terbatas.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya di Jakarta, Jumat (13/11). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan cenderung melemah selama perdagangan sepekan ke depan.
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya di Jakarta, Jumat (13/11). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan cenderung melemah selama perdagangan sepekan ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan cenderung melemah selama perdagangan sepekan ke depan. Memudarnya optimisme vaksin Covid-19 dan mulai turunnya Biden effect, serta meningkatnya kasus Covid-19 di beberapa negara yang dikuti karantina sosial terbatas disebut menjadi sentimen negatif pergerakan pasar.

Direktur Anugerah Investama Sekuritas, Hans Kwee, pelaku pasar berhati-hati kerena lonjakan kasus Covid-19 di berbagai negara. Dari penghitungan Reuters menunjukkan kasus Covid-19 telah naik lebih dari 100 persen di 13 negara bagian Amerika Serikat (AS) dalam dua pekan terakhir. 

Baca Juga

Terkait kenaikan kasus tersebut beberapa negara bagian mulai melakukan pembatasan aktivitas. "Pembatasan kegiatan sosial dapat menurunkan pemulihan ekonomi sehingga berpotensi mendorong stimulus fiskal dan moneter lebih besar," kata Hans, Ahad (15/11).

Sepekan kemarin, pasar saham sangat optimistis menyusul penelitian vaksin Covid-19. Perusahaan farmasi AS Pfizer dan perusahaan Jerman BioNTech menyatakan efektivitas vaksin virus korona baru lebih dari 90 persen dalam mencegah Covid-19. 

Angka ini berada di atas harapan pasar yang hanya 60-70 persen. Di sisi lain, vaksin Pfizer dan BioNTech merupakan vaksin mRNA yang dikenal tidak stabil dan ketika di distribusikan perlu diangkut dalam wadah pengiriman khusus pada suhu di bawah minus 70 derajat celcius, sebelum disimpan di lemari es hingga lima hari. 

Hal tersebut akan mempersulit distribusi dan mempertahankan keefektifitasan vaksin jenis ini. Masih perlu waktu untuk mendapatkan hasil akhir vaksin tersebut. "Kedua hal ini membuat optimisme vaksin Pfizer dan BioNTech mulai memudar dari pasar," tutur Hans. 

Pasar juga masih akan memantau perkembangan hasil pemilihan presiden (pilpres) AS. Berbagai survei menyebut Joe Biden akan berhasil menggeser posisi Donald Trump. Bahkan, sekitar enam dari 10 pendukung Partai Republik mengatakan Biden menang dan hampir semua pendukung partai Demokrat mengatakan Biden menang. 

Jajak pendapat juga menghasilkan 70 persen warga AS, termasuk 83 persen dari Demokrat dan 59 persen dari Republik mempercayai pejabat pemilihan lokal mereka telah melakukan pekerjaan mereka dengan jujur. Hal ini membuat transisi kekusaan lebih berpeluang berlangsung dengan damai.

Berdasarkan data Refinitiv, sudah 90 persen emiten dalam indeks S&P 500 melaporkan kinerja kuartal III. Laba emiten diperkirakan hanya turun 7,8 persen (YoY) dibandingkan dengan perkiraan pada bulan Oktober dimana sebagian analis memperkirakan laba perusahaan pada kuartal ke tiga akan turun 21,4 persen. Hal ini membuat Indeks S&P 500 bursa saham Wall Street naik didorong optimisme kinerja laba emiten tersebut dan juga optimisme terhadap perekonomian serta di ikuti harapan keberhasilan uji coba vaksin Covid-19. 

Sementara rupiah di akhir pekan terlihat sedikit melemah setelah Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan ke depan BI masih ada ruang penurunan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada Rapat Kerja Komisi XI DPR RI. 

Menurut Perry penurunan suku bunga ini mempertimbangkan perkembangan ekonomi global dan domestik. Saat ini BI telah menurunkan suku bunga acuan sebanyak empat kali atau sebesar 100 basis poin menjadi 4 persen. Keputusan ini sejalan dengan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, serta untuk mempertimbangkan rendahnya tekanan inflasi dan relatif stabilnya nilai tukar rupiah. 

"Saat ini rapat dewan Gubenur BI yang terdekat pada 19 November 2020, kami perkirakan BI akan mempertahankan suku bunga tidak berubah di angka 4 persen," terang Hans.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement