Jumat 13 Nov 2020 08:52 WIB

LGBT Dukung Biden-Harris, MUI: Itu Urusan AS

Paham LGBT jelas dilarang di Indonesia sebab melanggar sila pertama dalam Pancasila

Rep: Imas Damayanti/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ilustrasi LGBT
Foto: MgRol112
Ilustrasi LGBT

REPUBLIKA.CO.ID, Dukungan komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) terhadap pemerintahan Joe Biden dan Kamala Harris patut dikhawatirkan. Pasangan calon yang diusung Partai Demokrat itu memang telah mendeklarasikan untuk merangkul keberagaman, termasuk kepada kaum LGBT.

Dilansir di Aljazirah, Rabu (11/11), dalam pidato kemenangannya saat mengalahkan Trump, Biden mengaku telah mendapatkan banyak sekali dukungan dari beragam komunitas. Dukungan itu diklaim sebagai koalisi terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat yang dibentuk oleh komunitas LGBT. 

“Saya bangga dengan koalisi yang memberikan dukungan ini kepada saya. Dukungan terluas ini datang dari mana-mana, mulai dari kaum demokrat, independen, progresif, konservatif, kaum marginal, LGBT, hingga kaum kulit putih,” ujar dia.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai sikap politik Biden-Harris kepada kaum LGBT merupakan hak politik yang dianut di negaranya. Artinya, secara bernegara, antara Indonesia dan Amerika harus menghormati segala kebijakan masing-masing negara.

Namun, dia menegaskan, paham LGBT jelas dilarang di Indonesia sebab melanggar sila pertama dalam Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu, sikap politik Biden terhadap LGBT biarlah berlaku di negaranya sendiri. Indonesia tidak memiliki kapasitas untuk mencampuri hal itu. “Hanya saja, kalau (propaganda LGBT) mau masuk ke Indonesia, kita juga harus ambil sikap untuk menolak. Karena tidak boleh, haram hukumnya, dan itu melanggar Pancasila,” kata dia.

Lebih lanjut, dia menjabarkan, Amerika Serikat memiliki pandangan yang berbeda dalam memaknai LGBT. Bagi Amerika, LGBT merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang harus diperjuangkan. Di Indonesia, alih-alih bagian dari HAM, LGBT justru dianggap melanggar hukum HAM itu sendiri.

LGBT dinilai sebagai aktivitas yang nista dan membunuh kebutuhan pokok umat manusia. Di antaranya, memberangus keturunan yang menyebabkan pada ketiadaan generasi di masa depan. Untuk itu, dia menegaskan bahwa LGBT beserta propagandanya tidak akan diterima.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menjelaskan, setiap negara memiliki kedaulatan dan nilai-nilai budaya yang harus dihormati oleh negara-negara lainnya. Menurut dia, Amerika tidak bisa dan tidak boleh memaksakan negara lain untuk mengikuti budaya dan haluan politiknya. “Amerika tidak boleh memaksakan negara lain untuk mengikuti budaya dan haluan politiknya,” kata dia.

Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menambahkan, salah satu hal yang membedakan politisi Demokrat dengan politisi Republik adalah perhatiannya pada masalah-masalah HAM, termasuk LGBT. Akan tetapi, dia menilai LGBT sebagai komunitas dan gerakan sejatinya sudah menjadi bagian dari isu global. Tidak hanya di Amerika dan negara-negara barat, tapi juga di Indonesia. “Kita punya nilai yang berbeda dari mereka, kita hormati mereka, dan mereka juga harus menghormati nilai-nilai yang kita percaya,” ungkap dia.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud menjelaskan, setiap pemerintahan di sebuah negara selalu disesuaikan dengan keadaan dan zaman negara tersebut. Pihaknya membeberkan, keadaan politik dan budaya di Timur Tengah akan berbeda dengan di Amerika Serikat, begitu pun berbeda antara Amerika dan Indonesia.“Kalau di sana menghalalkan LGBT, kan itu urusan di sana. Kita di sini tidak boleh,” ujarnya.

Pihaknya menilai, sebagaimana yang tertuang dalam hukum negara dan juga Pancasila, umat Islam di Indonesia jelas tidak diperkenankan menganut paham LGBT. Apa pun propaganda yang masuk ke Indonesia terkait LGBT sudah seyogianya disesuaikan dengan kondisi dan juga zaman di negara tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement