Jumat 13 Nov 2020 05:25 WIB

Abdul Mu'ti: Regulasi Minol Jangan Dimaknai Islamisasi

Di negara sekuler sekali pun minol juga diatur.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ani Nursalikah
Abdul Mu'ti: Regulasi Minol Jangan Dimaknai Islamisasi. Minuman beralkohol.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Abdul Mu'ti: Regulasi Minol Jangan Dimaknai Islamisasi. Minuman beralkohol.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu'ti mendukung agar pembahasan terkait Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol (Minol) dilanjutkan DPR. Namun menurutnya adanya upaya regulasi terhadap konsumsi, distribusi, dan produksi terhadap minuman beralkohol jangan dimaknai sebagai islamisasi. 

"Ini kepentingannya adalah kepentingan untuk kesehatan dan ketertiban masyarakat," kata Abdul Mu'ti di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (12/11).

Baca Juga

Ia mengatakan, di negara sekuler sekalipun minol juga diatur. Ia mencontohkan, jam operasional bar di Inggris bahkan diatur. Begitu juga dengan Australia yang mengatur orang untuk tidak minum minuman beralkohol di tempat terbuka. 

photo
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti. - (Republika/Putra M. Akbar)

 

"Jadi jangan dimaknai isu ini sebagai isu islamisasi. Ini sesuatu yang berkaitan dengan ketertiban umum, berkaitan dengan misalnya kesehatan, mengkonsumsi alkohol dengan jumlah besar itu kan juga merusak kesehatan, apalagi itu bisa menimbulkan adiksi," ujarnya.

Selain itu, ia berharap agar undang-undang tersebut tidak menutup ruang bagi masyarakat yang karena alasan tertentu mengkonsumsi alkohol. Ia juga berharap agar nantinya undang-undang tersebut juga mengatur tempat-tempat mana saja yang diperbolehkan menjual minol. 

"Misalnya hotel-hotel tertentu, atau tempat-tempat minum tertentu, bagi mereka yang ke sana. Dan itu juga diatur regulasi umurnya diatur, jangan sampai misalnya mohon maaf, banyak yang minum minuman itu kan di bawah 21 tahun, akibatnya luar biasa, dampaknya bisa kemana-mana, nggak hanya kesehatan tapi ke ketertiban masyarakat," ujarnya.

Kemudian, kadar alkohol juga perlu diatur di dalam undang-undang tersebut. Sebab jika kadar alkoholnya terlalu tinggi bisa berpotensi merusak kesehatan. 

Sementara terkait perdebatan judul, ia enggan mengomentari terlalu jauh. Namun secara substansi ia menilai RUU tersebut penting.

"Isunya sekali lagi isu kesehatan masyarakat, ketertiban umum bukan kaitannya dengan Islamisasi atau pemaksaan keyakinan agama tertentu," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement