Kamis 12 Nov 2020 13:33 WIB

Goethe, Sastrawan Jerman yang Kagumi Nabi Muhammad SAW  

Kekaguman Goethe terhadap Nabi Muhammad dituangkan dalam syair puisi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Kekaguman Goethe terhadap Nabi Muhammad dituangkan dalam syair puisi  Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Kekaguman Goethe terhadap Nabi Muhammad dituangkan dalam syair puisi Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Johann Wolfgang von Goethe, adalah sosok sastrawan Jerman yang terinspirasi Timur dan memuji agama Islam. Goethe memang bertentangan dengan banyak penulis lainnya yang meremehkan Islam dan Nabi Muhammad dalam karya sastra mereka, sebagaimana dilansir di Daily Sabah, Kamis (12/11).

Zaman Pencerahan (Aufklarung), yang memunculkan Revolusi Prancis, merusak otoritas gereja di Eropa. Sementara gereja yang sebelumnya mengontrol semua informasi tentang Islam dan Nabi Muhammad, mulai dipertanyakan di zaman itu. Rincian tentang nabi di bidang budaya, seni, dan sastra, diteliti sekali lagi.

Baca Juga

Anti-Islamisme di bawah kendali gereja kehilangan pengaruhnya. Namun, kebencian mengambil bentuk yang berbeda kali ini. Misalnya, Voltaire, seorang penulis pencerahan Prancis terkemuka, mendorong semua ide humanisnya ke dalam latar belakang dan menargetkan Nabi Muhammad. Dia menyiapkan drama panggung yang meremehkan yang menampilkan imputasi yang menjadi dasar bagi banyak drama sekuler radikal.

Terlepas dari semua publikasi yang memicu kebencian di Eropa, ada juga yang memuji dan membela Nabi SAW. Ya, inilah yang dilakukan Johann Wolfgang von Goethe, salah satu penulis sastra dunia yang paling terkemuka dari Jerman.

 

Karena Goethe adalah putra dari keluarga kaya dan intelektual, dia memiliki latar belakang pendidikan yang kuat. Dia menerima pelajaran privat dalam bahasa Yunani kuno, Latin, Ibrani, Prancis, Inggris, Italia, serta dalam teologi, ilmu alam, sejarah, geografi, matematika, lukisan, dan musik. Sebagai seorang anak, dia diperkenalkan dengan dongeng "Seribu Satu Malam" oleh ibu dan neneknya.

Meski tidak ahli, Goethe belajar hukum di universitas atas desakan ayahnya. Dia tidak menikmatinya tetapi lulus dari sekolah hukum dan berhak menjadi advokat. Lalu perkenalannya dengan penulis humanis terkenal, teolog dan filsuf Johann Gottfried Herder (1744-1803) selama tahun-tahun sekolahnya di Strasbourg adalah salah satu titik balik dalam hidupnya. Herder adalah salah satu peneliti yang memiliki pandangan positif tentang Islam. Dia juga menyarankan Goethe untuk membaca Alquran.  

Dia menunjukkan bagaimana orang-orang Arab melindungi iman dan budaya mereka melalui bahasa ajaib Alquran dan maknanya yang dalam yang dikandungnya sebagai contoh baginya. Dia juga menyarankan, agar Jerman, yang mendominasi Eropa, memiliki buku klasik dalam bahasa mereka sendiri, karena bahasa Latin tidak akan mendominasi bahasa Jerman.  

Untuk itu, Goethe selalu cermat mempersiapkan karyanya untuk berkontribusi pada bahasa Jerman. Memang, pada 1774, novel pertamanya, "Die Leiden des jungen Werthers" ("The Sorrows of Young Werther"), memiliki dampak yang luas. Mencerminkan perasaan, pikiran, dan psikologi masa muda. Buku ini memperoleh reputasi besar di seluruh dunia dan sejauh ini telah diterjemahkan ke dalam 64 bahasa.

Selain itu Goethe juga membutuhkan waktu 60 tahun untuk menulis karya besarnya, "Faust," sebuah klasik dunia yang dia sebut "karya hidup saya." Bagian kedua dari buku itu diterbitkan secara anumerta.

Tidak diragukan lagi, seseorang akan menulis halaman tentang kehidupan Goethe dan setiap karyanya. Salah satu mahakarya terpenting yang membedakannya dari orang-orang sezamannya adalah buku puisi berjudul "West–Ostlicher Divan" ("West – Eastern Diwan"). 

BACA JUGA: Mengapa Rusia Tinggalkan Armenia dan Mendukung Penuh Turki-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement