Rabu 11 Nov 2020 18:05 WIB

Marak Gagal Bayar, Ekosistem Asuransi Perlu Perbaikan

Pengawasan pemerintah perlu ditingkatkan serta laporan keuangan lebih terbuka.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Ombudsman Republik Indonesia menilai kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) menjadi pelajaran besar bagi pemerintah.
Foto: pixabay
Ombudsman Republik Indonesia menilai kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) menjadi pelajaran besar bagi pemerintah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia menilai kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hingga PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) menjadi pelajaran besar bagi pemerintah. Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan pemerintah harus melakukan sejumlah upaya, mulai dari perbaikan ekosistem, peningkatan pengawasan terhadap produk dan early warning system OJK yang lebih tegas, laporan keuangan perusahaan asuransi yang harus lebih informatif terhadap nasabah dan harus mencakup perkembangan investasi, serta membangun sistem penjaminan sebagaimana yang telah dilakukan di industri perbankan.

"Pemerintah harus membangun sistem penegakan hukum yang lebih smart agar tidak berimbas luas dan merugikan pihak-pihak yang tidak terkait, dan merusak industri. Kita harus belajar dari kasus Jiwasraya," ujar Alamsyah saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Rabu (11/11).

Alamsyah juga menyambut positif dorongan OJK agar pemegang saham Wanaartha Life melakukan penambahan modal dalam menanggulangi penundaan pembayaran polis nasabah. Alamsyah menilai penambahan modal dari pemegang saham merupakan hal yang penting, namun yang harus dipertegas adalah mengenai batasan waktu dan opsi alternatif jika batas waktu dilampaui. Kata Alamsyah, manajemen perusahaan harus bertanggung jawab sepanjang disebabkan kelalaian atau ada motif melanggar hukum. Hal ini berbeda apabila kerugian bisnis semata yang sudah ada ketentuan sendiri untuk penanganannya.

"Untuk kasus saat ini agak dilematis karena pemilik akan berargumen tidak ada kepastian hukum akibat imbas tak terkendali dari penindakan kasus Jiwasraya," ucap Alamsyah. 

Alamsyah menambahkan model restrukturisasi yang dilakukan terhadap Jiwasraya hanya bisa dilakukan untuk BUMN asuransi. Sementara untuk industri umum, kata dia, pemerintah tidak memiliki anggaran. 

"Satu-satunya cara adalah mengefektifkan early warning system di OJK, pembentukan lembaga penjamin, dan enforcement melalui tindakan dini jika indikasi sudah muncul. Pemerintah dan OJK perlu memikirkan untuk melakukan upaya konsolidasi industri asuransi," ungkap Alamsyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement