Rabu 11 Nov 2020 16:13 WIB

Baleg Usulkan Judul RUU Larangan Minol Diubah

Baleg minta agar pengusul tak paksakan menggunakan kata 'larangan' pada judul RUU itu

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Sejumlah perwakilan Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan perwakilan provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa tengah untuk mendapatkan masukan pembahasan RUU Minol di Kompleks Parlemen. (Ilustrasi)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sejumlah perwakilan Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur saat mengikuti rapat dengar pendapat dengan perwakilan provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa tengah untuk mendapatkan masukan pembahasan RUU Minol di Kompleks Parlemen. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Guspardi Gaus mengusulkan, agar nama Rancangan Undang-Udang Larangan Minuman Beralkohol (minol) diubah. Hal itu dilakukan untuk menyiasati agar RUU tersebut bisa diterima oleh seluruh pihak. 

"Bagaimana kalau seandainya lebih netral, misalkan UU minuman beralkohol. Ada yang boleh ada yang tidak," kata Guspardi, Rabu (11/10).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut menjelaskan, hal-hal yang berkaitan dengan larangan diatur di pasal 5, 6, 7 RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol. Sementara di pasal 8 ternyata diatur tempat-tempat tertentu, dan orang-orang tertentu yang diperbolehkan terhadap hal itu.

"Perlu juga inisiator ini untuk menyiasati, kalau judul yang lama itu juga dianukan (lanjutkan), tentu baik pemerintah baleg dan lain-lain menjadi apriori terhadap apa yang diusulkan,"

"Intinya, kami Fraksi PAN memberikan masukan itu supaya diterima oleh pemerintah. Sebagaimana dikatakan pimpinan tadi, kita oke kan Pemerintah tidak kan sia-sia juga," imbuhnya.

Hal senada juga disampaikan Anggota Baleg Fraksi PDI Perjuangan Sturman Panjaitan. Sturman meminta, agar pengusul tidak memaksakan menggunakan kata 'larangan' pada judul RUU tersebut sebagaimana yang pernah diusulkan pada periode sebelumnya.

"Tentunya ada pelajaran yang lalu, nama-nama yang menjadi hambatan sehingga tidak kita nekat terus, maju terus pantang mundur, jangan," ucapnya.

Dia menjelaskan, bahwa alkohol masih digunakan oleh sebagian umat beragama dan suku untuk beribadah. Sehingga menurutnya tidak mungkin hal tersebut dilarang hanya karena tidak suka. Namun demikian ia setuju bahwa dampak alkohol perlu diatur dalam RUU tersebut.

"Saya lebih setuju kalau misalnya tim pengusung mengubah ini kaya pengaturan seperti dalm Perpres tadi, pengaturan atau pengendalian. Jadi sudah kita diatur dimana yang boleh di mana yang tidak boleh," tuturnya. 

Sebelumnya Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ibnu Multazam mengungkapkan, bahwa Baleg DPR telah menerima surat yang ditandatangani oleh 21 orang pengusul dari tiga fraksi, yaitu Fraksi PPP (18 orang), Fraksi PKS (2 orang) dan Fraksi Gerindra (1 orang) tanggal 24 Februari 2020 perihal permohonan harmonisasi RUU Larangan Minuman Beralkohol.

"RUU ini merupakan kelanjutan yang dimulai lagi pada persidangan ini dari periode yang lalu, judulnya masih tetap sama yakni Larangan Minuman Beralkohol," ujar Ibnu, Selasa (10/11).

Anggota Baleg DPR Fraksi yang juga mewakili pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol Illiza Sa’aduddin Djamal menjelaskan tentang urgensi serta latar belakang dan dasar filosofis pentingnya RUU Larangan Minuman Beralkohol. Adapun substansi RUU Larangan Minol antara lain terdiri dari judul, klasifikasi minuman alkohol, larangan, pengendalian, pengawasan, peran serta masyarakat, ketentuan pidana, serta penutup. 

"Melihat realita yang ada, seharusnya pembahasan RUU Larangan Minol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," ungkapnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement