Rabu 11 Nov 2020 14:42 WIB

Merunut Jalan Panjang Perjanjian Damai di Nagorno-Karabakh

Konflik Azerbaijan dan Armenia akhirnya hampir mencapai titik penyelesaian

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Warga Azeri merayakan kesepakatan perdamaian atas konflik Nagorno-Karabakh di Baku, Azerbaijan pada Selasa (10/11).
Foto: Roman Ismayilov/EPA
Warga Azeri merayakan kesepakatan perdamaian atas konflik Nagorno-Karabakh di Baku, Azerbaijan pada Selasa (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Konflik antara Azerbaijan dan Armenia di Nagorno-Karabakh yang berlangsung selama berbulan-bulan akhirnya hampir pada titik penyelesaian. Setelah berkali-kali pengumuman gencatan senjata, kedua pihak akhirnya menandatangani kesepakatan mengakhiri konflik pada Selasa (10/11).

Penandatanganan mengakhiri konflik ini terjadi dengan bantuan Rusia. Ini usaha ketiga Rusia dalam mendamaikan kedua pihak yang terus melakukan serangan.

Baca Juga

Dua kesepakatan gencatan senjata sebelumnya selalu berakhir dengan kembalinya serangan di antara kedua pihak. Amerika Serikat pun turut mencoba langkah untuk menengahi tapi kejadian sama pun terulang kembali.

Bahkan Iran pada akhir Oktober sempat menyampaikan niatnya untuk menengahi konflik Azerbaijan-Armenia di wilayah itu. Rusia pun sempat mempertimbangkan tawaran proposal negara yang juga ikut terkena dampak dari pertikaian tersebut

Akan tetapi, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan langsung peristiwa perjanjian perdamaian kedua negara melalui siaran televisi pada Selasa pagi. Dengan perjanjian baru ini, Putin menekankan pasukan penjaga perdamaian Rusia akan ditempatkan di jalur kontak di Nagorno-Karabakh dan di koridor yang menghubungkan Karabakh dengan Armenia.

Rusia akan menurunkan sekitar 2.000 penjaga perdamaian di wilayah tersebut untuk periode lima tahun yang dapat diperbarui. Artinya negara ini secara efektif membangun kehadiran militer di wilayah Azerbaijan.

Dikutip dari Anadolu Agency, Putin menyatakan kesepakatan itu akan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk solusi jangka panjang dan komprehensif bagi krisis Nagorno-Karabakh secara adil. Upaya ini sejalan dengan kepentingan rakyat Armenia dan Azerbaijan yang terus berguguran.

Dikutip dari The Wall Street Journal, menurut pejabat Rusia konflik di Nagorno-Karabakh telah menyebabkan sekitar 5.000 kematian dan memaksa lebih dari 100 ribu warga sipil mengungsi dari rumah mereka ke wilayah yang lebih aman atau Armenia.

Dengan perundingan damai ini, Putin mengatakan pengungsi akan kembali ke Nagorno-Karabakh dan daerah sekitarnya di bawah kendali Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sementara pengaturan transportasi dan komunikasi akan dibantu oleh Layanan Keamanan Perbatasan Rusia.

Jika perjanjian damai terbaru ini diberlakukan, ini akan membuat Armenia meninggalkan ibu kota Nagorno-Karabakh, Stepanakert, dan sekitarnya. Pakta tersebut menetapkan Yerevan berkomitmen untuk melepaskan kendali atas beberapa distrik dalam beberapa pekan mendatang. Sementara baku akan mempertahankan daerah-daerah yang ditaklukkannya.

"Dalam banyak hal membahas kepentingan inti Rusia dalam konflik, dan mungkin merupakan hasil terbaik, setidaknya dalam jangka pendek, Moskow bisa keluar dari situasi tersebut," kata rekan senior di Carnegie Moscow Center, Alexander Gabuev.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement