Rabu 11 Nov 2020 06:50 WIB

Indonesia-Jepang Kerja Sama Pemenuhan Kebutuhan Bioenergi

Kebutuhan bioenergi Indonesia, Jepang, dan dunia terus meningkat.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Teknologi Bioenergi (ilustrasi)
Foto: Reuters
Teknologi Bioenergi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian bersinergi dengan Indonesia-Japan Business Network (IJB-Net) mendorong pengembangan energi terbarukan (EBT). Kerja sama ini diresmikan dalam Kick Off Meeting Rencana Kerja Pemenuhan Kebutuhan Pasar Bioenergi Jepang di Jakarta, Selasa (10/11).

Kerja sama dilakukan dalam mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja pemenuhan kebutuhan pasar bioenergi di Indonesia, Jepang, dan dunia.

Baca Juga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, sinergi antara kedua belah pihak ini bertujuan untuk Indonesia sebagai produsen bioenergi. "Baik yang mampu memasok kebutuhan Indonesia, Jepang maupun dunia," tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Selasa (10/11).

Airlangga menjelaskan, kebutuhan bioenergi Indonesia, Jepang, dan dunia terus meningkat. Sebagai informasi, penggunaan EBT Indonesia saat ini mencapai 9,5 persen, sedangkan pada 2025 ditargetkan 23 persen dan 31 persen pada 2050.

Dengan target tersebut, Airlangga menuturkan, potensi pengembangan bioenergi di Indonesia sangat besar. Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi lahan dan bahan baku melimpah, limbah industri yang bisa diolah dan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) yang mendukung. "Ini harus terus kita dorong," katanya.

Sementara, Jepang menargetkan pemakaian EBT sebesar 22-24 persen dari seluruh kebutuhan energinya hingga 2030. Negara ini akan melakukan penggantian 100 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara dengan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm).

Airlangga menuturkan, Pemerintah Indonesia juga akan terus meningkatkan hubungan dengan Pemerintah Jepang. Khususnya dalam mewujudkan kerja sama yang telah dirintis melalui Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dan lainnya.

Pemerintah akan terus berusaha menjaga kualitas dan kuantitas produk biomassa agar dapat memenuhi standar yang dibutuhkan pasar Jepang. “Untuk itu, komunikasi yang baik dan promosi antara Indonesia dan Jepang perlu terus dibangun,” ujarnya.

Dalam berbagai kesempatan, Airlangga menambahkan, Presiden Joko Widodo juga menyoroti sejumlah masalah yang akan dihadapi Indonesia dan global pada masa mendatang. Salah satunya adalah krisis energi. Terkait hal itu, Presiden RI berencana mengembangkan riset EBT untuk mengurangi ketergantungan energi fosil.

Kebutuhan biofuel (bahan bakar nabati) untuk pesawat, mobil, dan lainnya juga meningkat. Indonesia akan menaikkan persentase pemakaian biodiesel dari B20 menjadi B30 dan terus ditingkatkan lagi.

Airlangga mencatat, The International Civil Aviation Organization (ICAO) telah menetapkan target pengurangan emisi CO2 di tahun 2050 sebesar 50 persen dari target 2005. Langkah tersebut diikuti dengan pembuatan rencana kerja di The International Air Transport Association (IATA) yang mengharuskan semua perusahaan penerbangan anggotanya untuk mulai menggunakan bio avtur (bahan bakar nabati untuk pesawat) dengan persentase yang terus ditingkatkan.

Pada awal 2020, Jokowi juga telah mencanangkan untuk menghentikan ekspor kopra dan diolah menjadi bioavtur. Hal ini dikarenakan melimpahnya bahan baku di Indonesia dan pengembangan teknologi terkait sudah mulai menunjukkan hasil.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement