Selasa 10 Nov 2020 15:27 WIB

Wapres Ajak Umat Islam Lawan Opini Negatif Barat ke Islam

Wapres mengajak lawan stigma negatif Islam dengan tonjolkan nilai luhur agama.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Nashih Nashrullah
Wakil Presiden RI, Maruf Amin, mengajak lawan stigma negatif Islam dengan tonjolkan nilai luhur agama
Foto: Satwapres
Wakil Presiden RI, Maruf Amin, mengajak lawan stigma negatif Islam dengan tonjolkan nilai luhur agama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin mengajak umat Islam untuk melawan pandangan dunia Barat yang menggeneralisasi Islam dengan stigma negatif. 

Dia mengatakan, cara melawan pandangan negatif ini adalah dengan memperkenalkan ajaran Islam sesungguhnya yang rahmatan lil alamin. Sebab, sumber utama kebencian dunia Barat terhadap Islam adalah ketidaktahuan atau ketidakpahaman terhadap apa Islam itu. 

Baca Juga

"Cara pandang yang selalu mengeneralisasi dan negatif ini harus kita lawan. Namun disaat yang sama umat juga perlu introspeksi," ujar Ma'ruf saat peresmian pembukaan Webinar dalam rangka Peringatan Hari Santri Nasional 2020 dan Dies Natalis ke-17 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Selasa (10/11).  

Dia pun menyebut setidaknya tiga tantangan global yang dihadapi umat Islam dan harus dilawan saat ini. Pertama, kata Ma'ruf, bagaimana mengubah persepsi bahwa Islam sebagai agama konflik dan kekerasan. Bahkan, Islam juga telah dipersepsikan sangat buruk di masyarakat Barat baik di Amerika maupun Eropa.  

 

Berdasarkan hasil survei PEW Research 2017, sebanyak 41 persen warga Amerika Serikat melihat Islam mendorong terorisme dan kekerasan. Sementara di Eropa, hasil survei di 10 Negara Eropa tercatat lebih dari 50 persen warga Eropa memandang Islam secara negatif. 

Tak hanya itu, pendidikan Islam atau yang dikenal sebagai madrasah juga tidak luput dari sorotan. Ma'ruf mengatakan, madrasah oleh masyarakat Barat dianggap sebagai tempat pembibitan ideologi ekstrem. 

"Generalisasi terhadap peran negatif madrasah diperoleh hanya karena orang Barat melihat bahwa beberapa pelaku teroris merupakan alumni madrasah," ungkapnya. 

Selain itu, tantangan kedua lainnya yakni meningkatnya tren Islamofobia di berbagai belahan dunia. Dia mencontohkan, serangan atau pelecehan terhadap Muslim di Amerika Serikat yang dari tahun ke tahun terus meningkat. 

Begitu juga di Eropa, rata-rata 1 dari 3 Muslim yang disurvei mengalami diskriminasi dan prasangka buruk (prejudice). Ma'ruf pun menyingung peristiwa terbaru di Prancis yang mendiskreditkan agama Islam. "Peristiwa itu melukai perasaan umat islam di seluruh dunia karena memosisikan Islam sebagai agama teroris," ujarnya.

Karena itu, pesantren sebagai pusat pendidikan yang memberikan pemahaman keagamaan harus mampu mengambil peran yang signifikan dalam mengajarkan Islam yang moderat kepada para santrinya baik secara nasional maupun global. 

Apalagi Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama menyerukan dan menjelaskan ajaran Islam yang rahmatan lil aalamin. "Dalam hal ini pesantren harus mampu mengambil peran yang signifikan," ujar Ma'ruf.

Dia meyakini peran signifikan pesantren karena keberadaannya yang sudah lama sehingga dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Selain itu, jumlah pesantren yang besar dan posisinya tersebar luas di nusantara dinilai mampu menjadi agen perubahan baik melalui bidang pendidikan, dakwah, sekaligus pemberdayaan masyarakat.

“Dengan demikian, pesantren berpotensi besar dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan dan perubahan global,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement