Selasa 10 Nov 2020 08:36 WIB

AS Wajibkan Zoom Tingkatkan Sistem Keamanan

Zoom terancam denda sekitar Rp 607 juta kalau melakukan pelanggaran di masa depan.

Aplikasi video konferensi Zoom dinilai memberi klaim tidak benar tentang janji untuk memberikan saluran komunikasi yang aman bagi pengguna.
Foto: EPA
Aplikasi video konferensi Zoom dinilai memberi klaim tidak benar tentang janji untuk memberikan saluran komunikasi yang aman bagi pengguna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC) mengatakan, Zoom harus menerapkan program keamanan informasi yang baru. Ini merupakan bagian dari penyelesaian permasalahan yang diusulkan regulator AS tersebut atas masalah privasi pengguna.

Penyelesaian masalah tersebut tidak melibatkan komponen keuangan apa pun. Akan tetapi, FTC mengatakan, Zoom terancam menghadapi denda hingga 43.280 dolar AS (sekitar Rp 607 juta) untuk setiap pelanggaran di masa depan.

Baca Juga

Zoom dinilai memberi klaim tidak benar tentang janji untuk memberikan saluran komunikasi yang aman bagi pengguna. Padahal, Zoom diketahui memiliki tingkat perlindungan keamanan yang rendah.

"Praktik keamanan Zoom tidak sejalan dengan janjinya," kata direktur Biro Perlindungan Konsumen FTC, Andrew Smith, dikutip dari Reuters, Selasa.

Saham Zoom, yang naik tajam tahun ini, dilaporkan turun lebih dari 13 persen dalam perdagangan Senin (9/11) petang, menjadi 433 dolar AS. Juru bicara Zoom mengatakan keamanan pengguna adalah prioritas utama.

"Kami telah menangani masalah yang diidentifikasi oleh FTC," katanya.

Sementara itu, komisaris FTC dari Partai Demokrat Rohit Chopra mengatakan, kegagalan Zoom untuk melindungi pengguna membutuhkan tindakan serius. Chopra lebih lanjut mengatakan perintah FTC tidak mencakup temuan fakta dan penyelidikan, sehingga tidak membuat kesimpulan yang signifikan.

"Penyelesaian yang diusulkan FTC tidak termasuk bantuan untuk pihak yang terkena dampak, tidak ada uang, dan tidak ada pertanggungjawaban berarti lainnya," kata Chopra.

Zoom meraup keuntungan besar dari pandemi Covid-19, dengan jutaan pekerja dan siswa yang menggunakan platform videonya saat harus bekerja dan belajar dari rumah. Basis pengguna Zoom meningkat dari 10 juta pada Desember 2019 menjadi 300 juta pada April 2020.

Perusahaan tersebut menghadapi serangan balik karena gagal mengungkapkan bahwa layanannya tidak sepenuhnya dienkripsi secara end-to-end, metode untuk mengamankan komunikasi yang menjamin hanya pengirim dan penerima yang dapat membaca konten tersebut. Zoom mengatakan pihaknya berencana untuk mengembangkan alat yang akan memberikan kontrol lebih besar kepada pengguna yang memungkinkan mereka untuk menggelar rapat dengan aman.

sumber : Antara, Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement