Senin 09 Nov 2020 12:30 WIB

Chatib Basri Perkirakan Ekonomi RI Baru Mulai Pulih 2022

Perkiraan Chatib Basri ini berbeda dengan proyeksi Bank Dunia.

Ekonomi Indonesia/Ilustrasi
Ekonomi Indonesia/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Chatib Basri memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih mulai tahun 2022 jika persoalan pandemi Covid-19 sudah bisa diatasi. Prediksi ini berbeda dengan proyeksi Bank Dunia yang menyebut ekonomi Indonesia bisa tumbuh positif pada 2021 sejalan dengan membaiknya perekonomian global. 

“Setelah pandemi bisa diatasi, aktivitas mulai mengarah kepada normal, baru kita bicara tahap pemulihan, sekarang itu survival,” kata Chatib Basri dalam diskusi daring mendorong investasi saat pandemi di Jakarta, Senin (9/11).

Baca Juga

Chatib Basri menyebut saat ini masa bertahan atau survival dari dampak pandemi Virus Corona. Meski, menurutnya, pertumbuhan ekonomi sudah mulai menunjukkan perbaikan dari kuartal II yang mencapai kontraksi 5,32 persen menjadi kontraksi 3,49 persen pada kuartal III-2020.

Mengingat saat ini dinilai sebagai masa bertahan, lanjut dia, pelaku usaha belum akan melakukan ekspansi bisnis karena masih ada pembatasan ekonomi.“Misalnya restoran, orang hanya boleh 50 persen, untuk apa ekspansi restoran baru jika di tempat yang ada saja belum bisa penuh karena masih pembatasan,” kata Menteri Keuangan periode 2013-2014 itu.

Chatib Basri menambahkan ketika ekonomi mulai pulih dan normal kembali tahun 2022, diperkirakan investasi swasta baru akan meningkat.

“Jika vaksin butuh waktu 2021, saya tidak yakin investasi swasta naik tajam 2021 karena protokol masih in place karena itu proses recovery di mana investasi naik itu periode setelah kondisi ekonomi mulai normal,” imbuh mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2012-2013.

Pemerintah, lanjut dia, memiliki peran penting di dalam memberikan insentif kepada pelaku usaha ketika investor mulai masuk saat ekonomi mulai pulih.

Insentif, kata dia, diberikan khususnya kepada pelaku usaha yang memiliki proyek hijau atau pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan.

“Di sini peran intervensi pemerintah contohnya BBM fosil tidak bisa lagi disubsidi. Jika itu terus disubsidi, orang akan terus konsumsi BBM fosil. Ketika harga minyak relatif rendah, saatnya melepas subsidi, uangnya bisa untuk kesehatan, bisa dialokasikan mendukung sektor renewable,” kata Chatib Basri.

Sebelumnya, Bank Dunia dalam laporan ekonomi untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober bertajuk 'Containment to Recovery' yang dirilis pada 29 Oktober 2020 menyebut, ekonomi Indonesia bisa kembali pulih dengan pertumbuhan hingga 4,4 persen pada 2021. Tapi, dalam skenario terburuk, pertumbuhannya hanya mencapai tiga persen. 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement