Senin 09 Nov 2020 09:15 WIB

Kerja Pertama Joe Biden, Membentuk Satgas Covid-19

Di era pemerintahan Trump, penanganan Covid-19 seperti bukan isu serius.

 Koran Australia dengan tajuk utama berita kemenangan Joe Biden di pemilu Amerika, Senin (9/11).
Foto: AP Photo/Rick Rycroft
Koran Australia dengan tajuk utama berita kemenangan Joe Biden di pemilu Amerika, Senin (9/11).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Indira Rezkisari, Antara

Presiden AS terpilih Joe Biden segera mengumumkan gebrakan pertamanya. Biden yang menjadikan lonjakan kasus virus corona sebagai prioritasnya mengumumkan satgas Covid-19 pada Senin (9/11).

Baca Juga

Biden diketahui menghabiskan sebagian besar kampanyenya untuk mengkritik penanganan pandemi oleh Presiden Donald Trump, yang kini menyebabkan 237 ribu kematian di Amerika. AS melaporkan rekor infeksi baru harian pekan lalu, dengan jumlah total hampir mencapai 10 juta kasus.

Kemenangan Biden pada Sabtu di Pennsylvania menempatkannya di ambang batas 270 suara elektoral, yang dibutuhkan oleh Biden untuk merebut kursi kepresidenan. Trump belum menyerah dan bersumpah akan memperkarakan hasil pemilu di pengadilan.

 

Satgas Covid-19 akan bertugas mengembangkan cetak biru untuk menekan virus corona begitu Biden dilantik pada Januari. Satgas Covid-19 nantinya akan dipimpin oleh tiga ketua, yakni mantan ahli bedah umum Vivek Murthy, mantan komisaris Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) David Kessler, dan Dr Marcella Nunez-Smith dari Universitas Yale, menurut dua sumber yang akrab dengan isu tersebut.

"Saya tidak akan mengecualikan upaya, atau komitmen, untuk menyelesaikan pandemi ini," kata Biden dalam pidato kemenangannya di Wilmington, Ahad (8/11) waktu Indonesia.

Pengumuman satgas Covid-19 akan memulai awal pekan yang sibuk, yang akan melihat Biden dan Wakil Presiden terpilih Kamala Harris, menuju transisi kepresidenan di sejumlah sektor, dengan Biden bersungguh-sungguh menjalankan tugas membangun pemerintahannya menjelang pelantikan 20 Januari.

Pada Ahad tim transisi baru akan meluncurkan situs terkini, BuildBackBetter.com, dan akun media sosial baru, @transition46, guna memberikan informasi transisi kepada masyarakat, dikutip dari Reuters.

Dikutip dari NY Post, Deputi Manajer Kampanye Biden, Kate Bedingfield, mengatakan pekerjaan Satgas akan segera dimulai. "Masyarakat ingin negara ini bergerak maju," katanya. Ia menambahkan, hasil pemilu AS menunjukkan rakyat memiliki keinginan besar akan perubahan di negara Paman Sam.

"Dia akan mulai kerja transisi secepatnya pekan ini. Dia akan mulai menelepon. Membuat pengumuman ke rakyat Amerika tentang bagaimana dia akan menepati janji kampanyenya," ujar Bedingfield.

Ketua Satgas Covid-19 Biden, Murthy, adalah seorang imigran Inggris berdarah India. Dia di tahun 2014 menjabat Surgeon General selama empat tahun di bawah administrasi Presiden saat itu Barack Obama. Donald Trump tapi memintanya mengundurkan diri di April 2016.

Sedangkan anggota David Kessler pernah ditunjuk sebagai komisioner FDA di era pemerintahan George HW Bush dan menjabat hingga era pertama pemerintahan Bill Clinton. Kedua kerap kali memberikan nasihat kepada Biden dan tim kampanyenya sejak corona muncul di bulan Maret di Amerika.

Upaya pengendalian Covid-19 dinilai Guru Besar Jurusan Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana sebagai salah tugas besar Biden. Ia diharapkan dapat mengendalikan penyebaran Covid 19 dan berbagai upaya untuk menekan angka kematian.

"Ekonomi AS pun perlu penanganan yang serius, disamping masalah rasial dan sosial lainnya, " kata dia.

Menurut Hikmahanto, Biden memiliki tugas penting untuk mengembalikan AS yang dulu jika sudah terpilih secara resmi menjadi Presiden ke-46. Dari menyetop isu ekstrem kanan, yaitu supremasi kulit putih, hingga tidak mementingkan kepentingan AS semata.

"Kalaulah akhirnya Joe Biden dinyatakan sebagai Presiden AS ke 46 maka Biden mempunyai tugas yang berat baik di dalam maupun di luar negeri," ungkap Hikmahanto dalam keterangannya, Ahad (8/11).

Di dalam negeri Biden diharapkan dapat mempersatukan rakyat AS yang selama 4 tahun belakangan ini terpecah sangat tajam. Untuk kebijakan luar negeri, lanjutnya, Biden diharapkan oleh masyarakat dunia untuk mengembalikan Amerika Serikat menjadi Amerika Serikat yang dulu dengan nilai-nilainya.

Menurutnya, ada empat hal penting untuk bagi Biden mengembalikan AS yang dulu. "Pertama, AS memikirkan kemaslahatan dunia ketimbang dirinya sendiri, " ujarnya.

Ia menuturkan, sebelum Donald Trump menjadi Presiden AS, nilai yang dianut adalah mensejahterakan dunia agar AS sejahtera, menumbuhkan perekonomian dunia agar ekonomi AS tumbuh, mengamankan dunia agar keamanan AS terjaga, bahkan menyeimbangkan kekuatan yang ada di dunia agar AS menjadi pemimpin dunia.  

Namun, pada era Trump nilai tersebut ditinggalkan dan lebih fokus untuk membangun AS dengan mengabaikan dunia, bahkan, berkonflik secara head to head dengan sejumlah negara.

Kedua, tidak ada lagi kejutan-kejutan (no more surprises) kebijakan yang dijalankan oleh AS. Selama di bawah nahkoda Trump, banyak kebijakan yang tidak pernah terpikir oleh masyarakat internasional, seperti bertemu dengan Kim Jong Un dari Korea Utara, keluar dari WHO, memindahkan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Jerusalem, bahkan mengakhiri secara pihak hasil perundingan Iran dengan lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB terkait pengembangan nuklir Iran.

"Ketiga, Biden diharapkan menjalankan kebijakan-kebijakan luar negeri AS yang telah dirancang secara lama dan rinci oleh para birokrat AS, " ujarnya.

Dalam sistem pemerintahan AS, pengelola kebijakan ada dua unsur penting yaitu politikus dan birokrasi. Politikus memegang keputusan akhir, sementara birokrasi yang menjaga agar kebijakan AS dari waktu ke waktu terjaga.

"Politikus secara alamiah akan keluar dan masuk (come and go) empat tahun sekali, namun birokrasi akan tetap mengingat tongkat estafet kebijakan akan terus diturunkan kepada para penggantinya, " terangnya.

Di era Trump, Trump kerap melakukan perlawanan terhadap kebijakan yang telah dirancang oleh para birokrasinya. Perlawanan dilakukan melalui tweet dan juga langsung mengganti birokrat yang tidak sepemahaman dengan Trump.

"Harapan dunia tentu Biden lebih banyak mendengar dan memutus berbagai kebijakan yang telah dirancang secara rinci oleh birokrasi AS selama bertahun-tahun, " ucapnya.

Terakhir, tambah dia, harapannya yakni AS tidak lagi menjadi sumber inspirasi bagi elemen masyarakat berbagai negara untuk membangkitkan ekstrim kanan dan supremasi kulit putih (white supremacist). AS dibawah Biden diharapkan mengembalikan nilai-nilai untuk menghormati pluralisme, hak asasi manusia dan tidak merendahkan suatu bangsa dengan peradabannya.

Dalam pidato resmi pertamanya, Ahad (8/11) pagi waktu Indonesia, Biden mengatakan ia memposisikan dirinya sebagai pemimpin yang tidak mencari perpecahan namun akan menyatukan negara. Biden ingin mempersatukan negara yang saat ini ada dalam cengkeraman pandemi dan masalah ekonomi serta kekacauan sosial.

"Saya menginginkan jabatan ini untuk mengembalikan jiw Amerika," kata Biden. "Dan untuk Amerika kembali jadi negara yang dihormati di dunia lagi sekaligus menyatukan kita semua di rumah ini."

Pidato Biden muncul setelah tiga hari masa penghitungan suara yang penuh ketidakpastian. Biden akhirnya melewati kuota 270 electoral college lewat kemenangan di Pennsylvania.

Biden memenangkan popular vote dengan lebih dari 4 juta suara dibandingkan Trump. Margin kemenangan itu bisa terus tumbuh seiring penghitungan suara berlanjut.

photo
Jejak Kamala Harris Menuju Gedung Putih - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement