Senin 09 Nov 2020 07:32 WIB

Mahasiswa UNY Kembangkan Drone Penyaring Udara

Karya UNY ini sukses raih dana Dikti PKM bidang Karya Cipta dan lolos ke Pimnas 2020.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Kampus Universitas Negeri Yogyakarta
Kampus Universitas Negeri Yogyakarta

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Karbon monoksida (CO) menjadi gas pencemar udara yang sangat berbahaya bagi tubuh. Dapat berikatan hemoglobin dalam tubuh, membuat pengikatan oksigen darah terganggu, bahkan jika menghirupnya dalam kadar tinggi bersiko kematian.

Jika dalam kadar sedikit, menghirup CO dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, mata berkunang, lemas dan mual-mual. Untuk mengatasi masalah itu, perlu adanya terobosan kepada beberapa kota besar yang memiliki kepadatan lalu lintas tinggi.

Sekelompok mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mempunyai gagasan untuk membuat suatu modul atau alat yang dapat menyaring udara. Sehingga, dapat mengurangi pencemaran udara setiap harinya.

Ada Fitri Nurhidayati (Prodi Pendidikan Fisika), Ag. Sangga Buana (Prodi Fisika) dan Fatcul Solikhan (Prodi Pendidikan Kimia). Fitri mengatakan, alat yang dinamai Air Purifier Drone itu bisa diterbangkan ke tempat-tempat berpolusi udara tinggi.

"Alat bisa dikendalikan remote control, sehingga memiliki jangkauan lebih luas. Ini inovasi mengurangi polusi udara, apalagi berdasarkan penelitian WHO negara dengan polusi tinggi dapat meningkatkan resiko virus corona," kata Fitri, Ahad (8/11).

Sangga menerangkan, dalam drone ini dilengkapi dengan adsorben jenis Fly Ash. Itu merupakan zat padat yang dapat menyerap partikel fluida dalam proses adsorpsi yang memiliki sifat spesifik dan terbuat dari bahan-bahan yang berpori.

"Untuk meningkatkan performa adsorben, fly ash diaktifkan dengan direfluks larutan H2SO4 tiga persen dengan tujuan membersihkan permukaan pori dari senyawa pengotor yang dapat mengganggu penyerapan emisi gas buang," ujar Sangga.

Lalu, fly ash dicuci dengan aquades sampai netral dan dikeringkan. Selanjutnya, dilakukan pemanasan terhadap fly ash dengan tujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori fly ash agar luas permukaan pori-pori bertambah.

Fatcul menjelaskan, teknologi yang digunakan dalam drone ini DT-Sense Carbon

Monoxide Sensor. Sebuah modul sensor yang berbasiskan MQ-7 yaitu sensor yang bereaksi terhadap kadar gas karbon monoksida yang terdapat dalam udara.

"Drone juga dikembangkan menggunakan sensor karbon monoksida dalam perakitannya. Perakitan sensor meliputi pemasangan sensor, super kapasitor dan komponen-komponen lain yang dibutuhkan pada sebuah pcb," kata Fatcul.

Perakitan drone dilakukan ke air purifier yang telah dibuat. Pemasangan air purifier ke drone sendiri disesuaikan kepada rancangan, yang mana air purifier ada di sisi atas badan drone, dan perakitan dimulai memasang frame karbon.

Lalu, memasang brussless kepada keempat sisi motor drone, disesuaikan Electronic Speed Control (ESC) di motor dan memasangnya. Kemudian dihubungkan setiap ESC ke flight control, pasang buzzer dan receiver, tingkatkan frame drone jadi dua tingkat.

Pasang modul MQ-7 dan superkapasitor, pasang fan exhaust/kotak air purifier yang dilengkapi adsorben, pasang propler ke motor brussless, drone bisa diuji coba. Karya ini sukses raih dana Dikti dalam PKM bidang Karya Cipta dan lolos ke Pimnas 2020. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement