Senin 09 Nov 2020 06:15 WIB

Menelusuri Jejak Pangeran Diponegoro Lewat Pameran Pusaka

Pameran pusaka Pangeran Diponegoro berlangsung sejak 28 Oktober sampai 26 November.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil
Menelusuri Jejak Pangeran Diponegoro Lewat Pameran Pusaka. Foto: Buku Babad Diponego ditampilkan dalam pameran Pamor Sang Pangeran di Museum Nasional, Jakarta, Jumat (6/11). Pameran yang menampilkan pusaka peninggalan Pangeran Diponegoro tersebut berlangsung hingga 26 November 2020. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menelusuri Jejak Pangeran Diponegoro Lewat Pameran Pusaka. Foto: Buku Babad Diponego ditampilkan dalam pameran Pamor Sang Pangeran di Museum Nasional, Jakarta, Jumat (6/11). Pameran yang menampilkan pusaka peninggalan Pangeran Diponegoro tersebut berlangsung hingga 26 November 2020. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA – Pameran pusaka Pangeran Diponegoro telah berlangsung sejak 28 Oktober sampai 26 November nanti. Pihak penyelenggara yaitu Museum Nasional yang berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan dalam program Pekan Kebudayaan Nasional (PKN).

Berbeda dengan pameran Aku Diponegoro pada 2015, pameran ini membawa suasana yang unik. Dengan konsep pendekatan kaum milenial, para pengunjung disuguhkan dengan film animasi tentang kehidupan Pangeran Diponegoro. Selain itu, kehadiran pendongeng membawa pengunjung tenggelam dalam kisah tragis kehidupan perjuangan Pangeran Diponegoro.

Baca Juga

“Dalam kesempatan ini, pameran menghadirkan sesuatu yang baru. Kita menggunakan animasi Jepang agar menarik kaum milenial. Durasi animasinya 16 menit. Konsep ini baru kita pakai untuk menghidupkan suasana,” kata salah seorang Kurator Pameran, Peter Carey, kepada Republika, Kamis (5/11).

Para pengunjung dapat memesan tiket terlebih dahulu melalui situs pkn.id. Pameran dibagi menjadi lima sesi setiap hari, mulai pukul 10.00 WIB sampai 16.00. Pameran ini juga mematuhi prosedur kesehatan yang dianjurkan pemerintah dengan selalu menerapkan 3M, wajib menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Setelah melakukan registrasi ulang, para pengunjung akan mendapat masker kain gratis dan sebuah buku tentang koleksi Museum Nasional. Setelah itu, panitia mengizinkan para pengunjung masuk ke sebuah ruang yang sudah didekorasi dengan kain hitam.

Panitia mengatur para pengunjung duduk agar tidak berdekatan sambil menunggu sang pendongeng masuk dan memulai kisah Pangeran Diponegoro. Lengkap dengan baju surjan lurik, pendongeng mulai bercerita dengan suara lantang seraya memperlihatkan film animasi yang dipantulkan melalui proyektor di sebuah buku kosong. Agar lebih hidup, animasi juga dilengkapi dengan suara suasana.

Setelah beberapa menit mendengar kepiawaian pendongeng, para pengunjung diarahkan menuju ruang di mana ada enam benda peninggalan Pangeran Diponegoro diperlihatkan. Benda pertama yaitu tongkat kanjeng kiai cokro yang dilindungi dengan kaca. Dari kaca diberi jarak sekitar setengah meter dengan pandan dan melati agar para pengunjung tidak bisa menyentuh. Setelah itu, para pengunjung ditemui dengan plana kuda kanjeng kiai gentayu yang di belakangnya terdapat hologram Pangeran Diponegoro.

Sementara koleksi lainnya adalah tombak kanjeng kiai rondhan, payung diponegoro, babad diponegoro yang merupakan salinan milik perpustakaan nasional, dan keris kanjeng kiai nogo siluman.

Koleksi yang paling menarik adalah keris kanjeng kiai nogo siluman yang baru dikembalikan pada Maret lalu oleh Raja Belanda Willem Alexander. Menurut Peter, keris ini merupakan simbol dari sejarah yang tragis.

“Semacam sebuah kepercayaan yang dikhianati. Kepercayaan itu adalah perjanjian lisan antara Kolonel Cleerens dan Pangeran Diponegoro yang berjanji untuk bernegoisasi atas Perang Jawa pada 16 Februari 1830. Akhirnya Pangeran Diponegoro datang ke Magelang untuk bertemu dengan Jenderal De Kock,” jelas dia.

Sayangnya, dalam pertemuan itu, terjadi sebuah pengkhianatan. Pangeran Diponegoro ditangkap beserta pengikutnya dan diasingkan ke Manado.

“Sebenarnya keris ini diberi sebagai hadiah dari Pangeran Diponegoro. Keris ini bukan keris pusakanya tapi keris yang cukup mewah dari abad 17 ditata dengan emas. Bagi Pangeran Diponegoro, Cleerens dilafalkan di dalam babadnya sebagai sosok yang baik dan mempunyai hati jujur,” ujar Peter.

Lantunan musik juga menghiasi ruang keris kiai nogo siluman. “Ruang keris itu kan ada lagu, judulnya kidung rumekso ing wengi yang diciptakan Sunan Kalijaga,” kata Kurator Pameran, Nusi LE.

Pemilihan lagu tersebut kata dia cocok dengan kondisi sekarang yang dinyanyikan pada malam hari untuk menghindari hal-hal buruk. “Sekarang kan ada Covid-19, cocok dengan lagunya. Juga menghindari adanya setan. Kalau mau lebih jelas dengarkan saja perlahan sambil memperhatikan kata-katanya,” kata dia.

Selama proses persiapan pameran, ada kendala yang dirasakan dari panitia. Seperti kesusahan saat mendisplay payung diponegoro. Karena sudah rapuh, panitia harus sangat berhati-hati. Besi khusus untuk mendisplay payung tiba-tiba dua kali patah, padahal tidak tersenggol apapun. Kebetulan, saat persiapan belum berdoa, sehingga para panitia segera berdoa.

“Alhamdulillah setelah berdoa, proses displaynya berjalan lancar,” kata dia. Kendati hanya memamerkan enam koleksi museum, menurut Nusi ini sama halnya dengan memamerkan ratusan koleksi. Sebab, proses persiapannya melalui jalan yang panjang dan matang, terlebih dengan konsep baru yang dihadirkan.

Pameran ini mendapat respon positif dari masyarakat. Nusi berharap lewat pameran Pangeran Diponegoro, dapat mengajak para kaum muda untuk peduli terhadap sejarah. Saat ini, dia dan tim sedang mempersiapkan untuk pameran selanjutnya yang direncakan pada Desember nanti. “Insya Allah Desember ini. Semoga enggak ada halangan. Kita sedang membuat alur kisah atau story linenya sudah jadi tinggal beberapa narasi yang harus diselesaikan,” ujar dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement