Sabtu 07 Nov 2020 17:10 WIB

Pemilu AS Diwarnai Ancaman dan Unjuk Rasa

Para pendukung Trump berkumpul dan memprotes proses penghitungan suara.

Rep: Puti Almas/ Red: Christiyaningsih
 Pendukung Trump C.L. Bryant, kanan, berdebat dengan pengunjuk rasa kontra Angelo Austin, kiri, dan Ralph Gaines, tengah, sementara pendukung Trump berdemonstrasi menentang hasil pemilihan di luar papan penghitungan pusat di tcf Center di Detroit, Kamis, 5 November 2020
Foto: AP/David Goldman
Pendukung Trump C.L. Bryant, kanan, berdebat dengan pengunjuk rasa kontra Angelo Austin, kiri, dan Ralph Gaines, tengah, sementara pendukung Trump berdemonstrasi menentang hasil pemilihan di luar papan penghitungan pusat di tcf Center di Detroit, Kamis, 5 November 2020

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Pejabat pemilihan umum Amerika Serikat (AS) yang berada di beberapa negara bagian melaporkan kekhawatiran tentang keselamatan staf di tengah ancaman dan aksi unjuk rasa lokasi pemilihan. Demonstrasi terjadi menyusul pernyataan Presiden Donald Trump yang menjadi kandidat pejawat dalam memperebutkan kembali Gedung Putih.

“Istri dan ibu saya saat ini sangat cemas,” ujar Joe Gloria, petugas registrasi di  Clark County, Nevada, yang mencakup Las Vegas, dilansir SMH, Jumat (6/11).

Baca Juga

Joe mengatakan, para staf di lokasi tersebut sudah memperkuat keamanan dan melacak kendaraan yang datang dan pergi dari kantor pemilihan pada Kamis (5/11). Ia menegaskan, tidak akan menghentikan tugas untuk terus menghitung surat suara.

Dilaporkan, banyak pendukung Trump yang berkumpul di kantor pemilihan di Phoenix, Detroit, dan Philadelphia. Mereka mengecam jumlah suara yang menunjukkan rival utama dari Partai Demokrat, Joe Biden, lebih unggul.

Meskipun protes tersebut tidak berlangsung dengan kekerasan atau sangat besar, pejabat setempat merasa tertekan oleh kerumunan orang-orang yang datang. Mereka juga prihatin dengan berbagai tuduhan tanpa henti.

Pada Kamis (5/11), sekitar 100 pendukung Trump dilaporkan berkumpul lagi di depan pusat pemilihan Maricopa County di Phoenix. Beberapa bahkan membawa senapan dan pistol bergaya militer, di mana berdasarkan hukum di Arizona warga diizinkan untuk membawa senjata secara terbuka.

Pihak berwenang di pusat menggunakan pagar untuk menciptakan zona kebebasan berbicara dan menjaga pintu masuk ke gedung tetap terbuka. Para pendukung Trump bergiliran meneriakkan kata-kata seperti "hitung suara!", "empat tahun lagi!", serta mereka mengeluh melalui megafon tentang proses pemungutan suara.

Banyak pendukung Trump yang datang ke Gedung Putih. Mereka mendengarkan pidato dari pria berusia 74 tahun itu, di mana ia mengulangi banyak pernyataan tidak berdasarnya tentang pemungutan suara yang curang.

Mereka berteriak dan bertepuk tangan saat Trump berkata, "Kita berada di jalur yang tepat untuk memenangkan Arizona".

Di Atlanta, sekitar 100 pendukung Trump berkumpul di luar State Farm Arena saat suara sedang dihitung. Beberapa petugas polisi memantau lokasi tersebut.

Tom Haas, 50, yang mengunjungi Atlanta dari Chicago untuk urusan bisnis, yakin Trump telah memenangkan pemilihan. Ia kemudian mengatakan ada kecurangan pemilih yang jelas dan itu terjadi di kota-kota besar yang dikelola Partai Demokrat, di mana Atlanta adalah salah satunya.

"Demokrasi kita sedang diserang. Kita kehilangan Amerika karena kita kalah dalam pemilihan umum yang adil untuk bangsa ini,” jelas Haas.

Pendukung Trump juga berkumpul di luar pusat konvensi Detroit pada Kamis (5/11) pagi ketika petugas pemilihan menghitung surat suara yang tidak hadir di dalam. Para pengunjuk rasa memegang tanda yang bertuliskan "hentikan kecurangan” dan "hentikan menipu".

Di Las Vegas, sekitar 100 pendukung Trump berteriak saat mereka berdiri di sepanjang jalan di depan kantor pemilihan. Facebook melarang kelompok besar bernama "Hentikan Kecurangan” yang digunakan pendukung Trump untuk mengatur protes terhadap penghitungan suara.

Beberapa anggota telah menyerukan kekerasan, sementara banyak yang secara salah mengeklaim Partai Demokrat mencurangi pemilihan. Grup tersebut telah mengumpulkan lebih dari 350 ribu anggota sebelum Facebook kemudian menghapusnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement