Jumat 06 Nov 2020 13:42 WIB

Cara Menggenjot Pertumbuhan Ekonomi RI Agar tak Resesi Lagi

Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi dua kuartal berturut-turut.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan menilai, pemerintah perlu memperkuat sinergi antara upaya peningkatan konsumsi dengan penanganan kasus Covid-19 untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi di 2021.

Pingkan menyatakan, perkembangan perekonomian saat ini menuntut konsumsi yang perlu terus digerakkan. Setidaknya untuk meminimalisir dampak dari peluang resesi yang ada.

Baca Juga

"Salah satu stimulusnya adalah dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada kelompok masyarakat yang tergolong rentan," tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Jumat (6/11).

Dalam keterangan resmi yang dikeluarkan hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengkonfirmasi bahwa Indonesia memasuki resesi. Pada kuartal ketiga 2020, perekonomian kita mengalami kontraksi sebesar 3,49 persen (yoy) setelah pada kuartal kedua mengalami kontraksi hingga level 5,32 persen (yoy).

Seperti yang disampaikan oleh Presiden  Joko Widodo beberapa waktu lalu, Pingkat menuturkan, perekonomian Indonesia ditargetkan dapat kembali tumbuh ke kisaran 4,5 persen hingga 5,5 persen pada 2021. Untuk itu, tentu saja konsumsi perlu terus dioptimalkan.

Tapi, Pingkan menekankan, hal tersebut tidak menjadi jaminan dari penakar resesi mengingat permasalahan utama tetap ada pada penanganan kasus Covid-19 di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk terus menahan laju pertambahan pasien positif Covid-19 juga perlu terus dilakukan.

Hingga Rabu (4/11), data Satgas Penanganan Covid-19 melaporkan jumlah kasus positif di Indonesia sudah mencapai angka 421.731 jiwa dengan peningkatan sebanyak 3.356 kasus dari hari sebelumnya.

Pingkan menjelaskan, angka tersebut merupakan angka tertinggi di kawasan Asia Tenggara. "Terlepas dari upaya untuk melonggarkan kembali aktivitas ekonomi maupun mobilitas masyarakat, upaya pencegahan dan penanganan kasus Covid-19 harus terus digalakkan," ujarnya. 

Resesi kali ini merupakan yang pertama sejak resesi terakhir kali terjadi pada 1998 di saat krisis moneter menyerang kawasan Asia. Pingkan menjelaskan, melihat dari faktornya, kondisi kali ini berbeda.

Pandemi Covid-19 menjadi faktor utama yang mengakibatkan resesi kali ini terjadi. Sejak diumumkannya kasus positif pertama di Indonesia pada Maret 2020, pemerintah memberlakukan serangkaian kebijakan yang membatasi mobilitas dan aktivitas masyarakat.

Pingkan menuturkan, pemberlakuan kebijakan pembatasan ini secara langsung dan tidak langsung mengakibatkan kegiatan ekonomi dari hulu hingga ke hilir mengalami tekanan yang mengharuskan dilakukannya penyesuaian. "Dari segi permintaan, masyarakat juga mengalami penurunan daya beli akibat berkurangnya lapangan kerja dan meningkatnya angka pengangguran," ucapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement