Senin 02 Nov 2020 23:34 WIB

Bupati: Jalur Puncak Dua Hubungkan Tol Jagorawi-Transyogi

Jalur Puncak Dua disebut akan memiliki panjang hingga 50 kilometer

Sejumlah petugas gabungan melakukan penyekatan kepada pengendara yang akan menuju kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/5). Bupati Bogor, Jawa Barat, Ade Yasin menyebutkan bahwa Jalur Poros Tengah Timur (PTT) atau Jalur Puncak Dua akan menghubungkan antara Tol Jagorawi dengan Jalan Raya Transyogi.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah petugas gabungan melakukan penyekatan kepada pengendara yang akan menuju kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/5). Bupati Bogor, Jawa Barat, Ade Yasin menyebutkan bahwa Jalur Poros Tengah Timur (PTT) atau Jalur Puncak Dua akan menghubungkan antara Tol Jagorawi dengan Jalan Raya Transyogi.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bupati Bogor, Jawa Barat, Ade Yasin menyebutkan bahwa Jalur Poros Tengah Timur (PTT) atau Jalur Puncak Dua akan menghubungkan antara Tol Jagorawi dengan Jalan Raya Transyogi.

"Rencananya Jalur Puncak Dua akan menghubungkan jalan Tol Jagorawi (dimulai dari Simpang Sirkuit Sentul) dan Jalan Raya Transyogi di Tanjungsari dengan panjang kurang lebih 50 kilometer," ujar AdeYasin saat hadir dalam pembukaan karya bakti skala besar Kodim 0621 di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jabar, Senin (2/11).

Menurut dia, pembangunan Jalur Puncak Dua bertujuan meningkatkan infrastruktur jaringan jalan di wilayah Jawa Barat, serta mempermudah akses bagi tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten.

Kini, Ade Yasin mendanai program karya bakti skala besar Kodim 0621 menggunakan APBD Kabupaten Bogor senilai Rp5 miliar, pekerjaannya berupa pembersihan lahan atau land clearing dengan panjang 1,1 kilometer dan lebar jalan 30 meter.

 

"Sedangkan untuk pembangunan fisiknya nanti akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, dengan sumber dana dari APBD, APBD Provinsi, pusat, atau sumber lain yang sah," terang Ade Yasin.

Ia mengatakan, Jalur Puncak Dua dengan panjang keseluruhan 48,5 kilometer itu perencanaanya sudah dimulai sejak tahun 2010, diawali dengan kajian lapangan seperti feasibility study (FS), detail engineering design (DED), analisis dampak lingkungan (Amdal), dan lain-lain.

"Termasuk ada pekerjaan fisik berupa pematangan lahan, pembangunan jalan, serta pengadaan lahan dengan pendekatan kolaboratif dengan masyarakat sehingga beban yang ditanggung pemerintah daerah dalam pembebasan lahan jalan hanya empat persen saja dari keseluruhan yang harus dibebaskan saat itu," kata Ade Yasin.

Namun, pada tahun 2015 ketika Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sempat membangun sebagian Jalur Puncak Dua, pekerjaannya terhenti karena ada perubahan desain atau DED di tengah jalan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement