Selasa 03 Nov 2020 00:15 WIB

Sekolah Prancis Dibuka Kembali Sejak Pembunuhan Samuel Paty

Presiden Macron berjanji untuk meningkatkan perlindungan di sekolah.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Bunga diletakkan di depan sekolah menengah (perguruan tinggi) sebelum pawai berjaga, dijuluki
Foto: EPA-EFE/JULIEN DE ROSA
Bunga diletakkan di depan sekolah menengah (perguruan tinggi) sebelum pawai berjaga, dijuluki

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sekolah-sekolah di Prancis dibuka kembali setelah sempat ditutup menyusul pembunuhan Samuel Paty. Paty dibunuh setelah menunjukkan gambar kartun Nabi Muhammad di kelasnya.

Guru itu dibunuh di luar sekolah tempatnya bekerja di pinggir kota Paris pada 16 Oktober lalu. Pelaku pembunuhan diketahui seorang remaja berusia 18 tahun asal Chechen.

Baca Juga

Sejak kartun itu dipublikasikan ulang untuk memperingati sidang pembunuhan Charlie Hebdo September lalu, Prancis diterpa tiga serangan mematikan. Pertama serangan yang melukai dua orang di depan kantor pusat tabloid satir tersebut.

Kedua pembunuhan Paty dan terakhi serangan pisau pada Kamis (29/10) lalu yang menewaskan tiga orang di Nice. Kini Prancis dalam siaga penuh serangan teroris.

Usai serangan di Nice, Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji untuk meningkatkan perlindungan di sekolah-sekolah dan gereja-gereja. Jumlah tentara yang diaktifkan ditambah dua kali lipat.

Pembunuhan Paty terjadi di awal masa liburan dua pekan. Pada Senin (2/11) ini sekolah tempatnya bekerja di Conflans-Saint-Honorine dibuka kembali, tapi hanya untuk guru.

Perdana Menteri Prancis Jean Castex mengunjungi sekolah itu untuk memberikan dukungan. Sekolah-sekolah di seluruh Prancis dibuka kembali seperti biasanya, guru dan siswa bisa masuk ke dalam sekolah.  

Sekolah-sekolah di seluruh negeri akan membacakan surat Jean Jaures, seorang pemikir dan politisi Prancis abad ke-19. Dalam surat itu Jaures meminta para pendidik mengajarkan anak-anak 'mengenal Prancis, geografi dan sejarahnya, badan dan jiwanya'.

Macron membela publikasikan ulang kartun tersebut yang menurutnya masuk dua hak yang paling dihargai di Prancis yakni kebebasan berekspresi dan sekularisme. Kartun tersebut awalnya dipublikasikan 2005 di Denmark dan negara lain.

Di tempat-tempat yang menetapkan kebebasan berekspresi tidak dapat diganggu gugat. Namun Muslim menilai sebagai penistaan.

"Kami memiliki hak untuk percaya karikatur ini selera yang buruk, saya yakin banyak orang yang memiliki selera yang buruk, banyak orang yang berpikir saya mengatakan hal yang idiot tapi seperti kata Voltaire saya akan membeli sampai mati hak Anda untuk mengatakannya," kata Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin.

sumber : AP
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement