Senin 02 Nov 2020 09:02 WIB

Menuju Pemilu, Ekonomi AS Tunjukkan Pemulihan

Meski menunjukkan pemulihan, kemajuannya mengalami perlambatan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Semakin dekat dengan pemilihan presiden, serangkaian data yang dirilis pekan lalu menunjukkan, ekonomi Amerika Serikat (AS) terus keluar dari resesi. Tapi, tingkat kemajuannya mengalami perlambatan.
Foto: AP Photo/Ted S. Warren
Semakin dekat dengan pemilihan presiden, serangkaian data yang dirilis pekan lalu menunjukkan, ekonomi Amerika Serikat (AS) terus keluar dari resesi. Tapi, tingkat kemajuannya mengalami perlambatan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Semakin dekat dengan pemilihan presiden, serangkaian data yang dirilis pekan lalu menunjukkan, ekonomi Amerika Serikat (AS) terus keluar dari resesi. Tapi, tingkat kemajuannya mengalami perlambatan.

Para ekonom mengatakan, kini, semakin banyak pemilih terbebani oleh prospek suram ketika harus membuat keputusan antara mendukung presiden petahana Donald Trump dari Partai Republik atau penentangnya, Joe Biden dari Demokrat. Khususnya ketika tingkat penyebaran virus corona meningkat.

Baca Juga

"Saya pikir, suasana hati pemilih tidak gembira saat ini," ujar kepala ekonom keuangan AS untuk Oxford Economics Kathy Bostjancic, seperti dilansir Reuters, Sabtu (31/10).

Perpecahan pendapat tersebut terutama muncul di masyarakat ketika Trump dan Biden bertemu dengan para pemilihnya baru-baru ini. Trump berjanji memberikan lebih banyak pertumbuhan dalam masa jabatan keduanya, sementara Biden menekankan bahwa ekonomi masih berada dalam ‘lubang’ yang dalam.  

 

Sebagian besar data ekonomi yang dirilis pekan lalu mengalahkan ekspektasi dan menunjukkan pendapatan yang meningkat. Konsumen pun berbelanja lebih banyak dengan output perusahaan meningkat.

Di sisi lain, data juga menggambarkan, ekonomi terbesar dunia ini masih jauh di bawah level sebelum pandemi Covid-19. Beberapa konsumen mungkin membutuhkan lebih banyak bantuan untuk tetap hidup.

Laporan yang dirilis pada Jumat (30/10) menunjukkan, pendapatan konsumen mulai pulih perlahan, terutama untuk membeli barang-barang seperti mobil, pakaian dan sepatu. Pertumbuhannya mencapai 7,7 persen pada September dibandingkan Februari.

Sedangkan, pengeluaran untuk jasa, termasuk perjalanan, tetap rendah. Konsumsinya pada September masih mengalami kontraksi 6,3 persen dibandingkan Februari. Secara keseluruhan, total belanja konsumen masih tumbuh negatif dua persen dalam periode yang sama.

Pola tersebut menunjukkan, konsumen tetap berhati-hati tentang bagaimana mereka berbelanja. Bostjancic menjelaskan, banyak faktor yang mendasarinya, mulai dari kendala anggaran, takut sakit hingga pembatasan aktivitas.

Beberapa orang yang kehilangan pekerjaan, sudah menghabiskan tabungan dan memiliki kemungkinan kecil untuk mendapat bantuan fiskal dalam waktu dekat juga bisa mempengaruhi sikap konsumen.

Laporan juga menunjukkan, setelah lonjakan bersejarah pada kuartal ketiga, ekonomi mulai pulih bertahap sekarang. Kepala investasi kekayaan pribadi di Glenmede, Jason Pride, menjelaskan, butuh waktu bervariasi bagi tiap industri untuk pulih. Sektor yang bergantung dengan interaksi manusia tentu membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali 'sembuh'.

"Kita telah melewati bagian yang mudah dari pembukaan aktivitas ekonomi kembali. Sekarang, kita sedang dalam perjalanan lambat untuk tumbuh," ujar Pride.

Tantangan ekonomi AS masih panjang. Suhu yang semakin dingin menuju musim dingin memberikan rintangan lain bagi restoran dan bisnis lain yang sudah beradaptasi di luar ruang (outdoor). Pertumbuhan jasa yang kembali lambat ini bisa berdampak pada pengangguran berkepanjangan bagu jutaan orang yang sudah di-PHK karena krisis kesehatan.

Para analis sepakat, mengendalikan virus dan membantu orang kembali bekerja akan menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi presiden berikutnya.

Pride menjelaskan, para pemilih akan mempertimbangkan berbagai masalah dalam keputusan mereka. Penganggur mungkin mendukung calon yang diharapkan akan memberi lebih banyak stimulus. Sementara itu, mereka yang masih bertahan secara finansial tidak melihat kebutuhan tersebut dan dapat memberikan suaranya ke lawan.

Trump dan Biden menawarkan berbagai bentuk stimulus. Jika terpilih, Biden berjanji menaikkan upah minimum federal, memberikan lebih banyak stimulus dan menginvestasikan triliunan dolar AS dalam infrastruktur serta program energi hijau. Tapi, ia tidak akan bisa melaksanakannya secara maksimal tanpa dukungan di Kongres.

Sementara itu, Trump mengisyaratkan akan memberi dukungan lebih banyak stimulus federal. Tapi, ia menawarkan lebih sedikit bantuan yang spesifik ke lapangan pekerjaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement