Senin 02 Nov 2020 01:06 WIB

Kejagung dan Polri tak Bisa Tolak Jika KPK Ambil Alih Kasus

Perpres 102/2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah terbit.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
lndriyanto Seno Adji
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
lndriyanto Seno Adji

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana Indriyanto Seno Adji menilai, dengan diterbitkannya

Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadikan Kepolisian dan Kejaksaan Agung (Kejagung) tak lagi dapat menolak jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan mengambil alih penanganan kasus korupsi. Mantan Komisioner KPK itu mengatakan, Perpres tersebut menjadi landasan KPK menjalankan tugas koordinasi dan supervisi (korsup) penanganan perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung dan Kepolisian sebagaimana amanah UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Baca Juga

"Aparat penegak hukum lain tidak bisa menolak pengambilalihan perkaranya dan ini memang amanah dan perintah UU yang imperatif sifatnya," kata Indriyanto dalam pesan singkatnya, Ahad (1/11).

Indriyanto menekankan pelaksanaan Perpres 102/2020 harus tetap mempertahankan dan menjaga spirit sinergitas dalam melakukan kordinasi dan supervisi di antara KPK, Polri dan Kejaksaan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani beleid baru sebagai pelaksanaan dari UU KPK hasil revisi pada tahun 2019 lalu melalui Perpres nomor 102 tahun 2020 tentang pelaksanaan supervisi pemberantasan tipikor.

Perpres memberikan kewenangan bagi KPK untuk melakukan supervisi terhadap instansi yang juga berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketentuan tersebut diatur di Pasal 2, dalam beleid anyar yang diteken Jokowi pada 20 Oktober lalu. Supervisi yang dimaksud, kemudian diatur di Pasal 5, dilakukan dalam bentuk pengawasan, penelitian, dan penelaahan. Dalam menjalankan supervisi ini, tim KPK bisa didampingi oleh perwakilan Bareskrim Polri dan/atau Jaksa Agung Muda Bidang Tipikor dari kejaksaan.

Kemudian pada Pasal 9 juga diatur, berdasarkan hasil supervisi terhadap perkara yang ditangani oleh Kejaksaan dan Polri, KPK punya kewenangan untuk mengambil alih perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani Kejaksaan dan Polri.

"Dalam hal KPK melakukan pengambilalihan perkara dalam tahap penyidikan dan/atau penuntutan, instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tipikor wajib menyerahkan tersangka dan/atau terdakwa dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan paling lama 14 hari, terhitung sejak tanggal permintaan KPK," begitu bunyi Pasal 9 ayat 3 Perpres Supervisi yang diunggah di situs resmi Sekretariat Negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement