Kamis 29 Oct 2020 17:59 WIB

Uni Eropa: Ketegangan di Nagorno Karabakh tak Dapat Diterima

Eksekutif Uni Eropa mendesak Armenia dan Azerbaijan kembali negosiasi.

Pemandangan kendaraan setelah penembakan oleh artileri Azerbaijan dekat rumah sakit, selama konflik militer di kota garis depan Martakert, wilayah separatis Nagorno-Karabakh, Senin, 19 Oktober 2020. Penembakan baru telah dilaporkan dalam pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan, melanggar gencatan senjata akhir pekan dalam konflik atas wilayah separatis Nagorno-Karabakh. Pertempuran berkecamuk selama lebih dari tiga minggu.
Foto: AP/STR
Pemandangan kendaraan setelah penembakan oleh artileri Azerbaijan dekat rumah sakit, selama konflik militer di kota garis depan Martakert, wilayah separatis Nagorno-Karabakh, Senin, 19 Oktober 2020. Penembakan baru telah dilaporkan dalam pertempuran antara Armenia dan Azerbaijan, melanggar gencatan senjata akhir pekan dalam konflik atas wilayah separatis Nagorno-Karabakh. Pertempuran berkecamuk selama lebih dari tiga minggu.

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Uni Eropa (EU) mengatakan meningkatnya konflik di Nagorno-Karabakh tidak dapat diterima. Uni Eropa menyerukan perundingan perdamaian baru untuk meredakan ketegangan.

"Uni Eropa merasa ini tidak dapat diterima, bahwa setelah tiga perjanjian yang ditengahi oleh Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat tentang gencatan senjata, pertempuran di dalam dan sekitar Nagorno-Karabakh masih berlanjut," kata juru bicara urusan luar negeri dan kebijakan keamanan Komisi Eropa Peter Stano dalam sebuah pernyataan, Rabu malam (28/10).

Baca Juga

Kantor ombudsman hak asasi manusia Nagorno-Karabakh mengatakan, lebih dari selusin rudal telah jatuh di Stepanakert, kota terbesar di daerah kantong pegunungan itu, sehari setelah rumah sakit bersalin di sana diserang. Dua warga sipil terluka.

Kementerian Pertahanan Azerbaijan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Armenia telah menembaki unit militer dan permukiman sipil di sepanjang garis depan. Permukiman Azeri di Terter dan Gornaboy di utara Nagorno-Karabakh telah dibom.

Pertempuran terburuk di Kaukasus Selatan selama hampir 30 tahun telah menimbulkan kekhawatiran akan perang yang lebih luas yang dapat menarik serta Rusia dan Turki, sekutu Azerbaijan. Ini juga merupakan ancaman bagi jaringan pipa yang membawa minyak dan gas dari Azerbaijan ke pasar dunia.

Tiga gencatan senjata telah gagal ditahan dan warga sipil tewas di kedua sisi konflik. Azerbaijan dan Armenia saling menyalahkan.  Eksekutif EU mendesak kedua belah pihak untuk segera kembali ke "negosiasi substantif" pada penyelesaian damai seperti yang terakhir disepakati di Washington pada 25 Oktober.

OSCE Minsk Group, yang dibentuk untuk menengahi konflik dan dipimpin oleh Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat, dijadwalkan bertemu dengan menteri luar negeri Azeri dan Armenia di Jenewa pada Kamis. Namun, belum jelas apakah pertemuan ini akan dilakukan.

Sementara itu, Turki menuntut peran yang lebih besar dalam setiap negosiasi perdamaian. Kementerian Pertahanan wilayah Nagorno-Karabakh mengatakan pada Kamis bahwa pihaknya telah mencatat tambahan 51 korban. Sehingga, menjadikan korban tewas militer menjadi 1.119 sejak pertempuran meletus pada 27 September.

Azerbaijan belum mengungkapkan korban militernya, tetapi Rusia memperkirakan sebanyak 5.000 kematian diderita oleh kedua pihak. Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi dihuni dan dikendalikan oleh etnis Armenia. Sekitar 30 reuters orang tewas dalam perang pada 1991-1994 di wilayah tersebut.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement