Kamis 29 Oct 2020 12:00 WIB

Perusahaan Kemungkinan Kembali Tahan Belanja Modal pada 2021

Meningkatnya jumlah kasus virus corona di AS dan Eropa meningkatkan kecemasan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Belanja modal perusahaan (ilustrasi)
Belanja modal perusahaan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Pemulihan terhadap belanja modal untuk perusahaan Amerika Serikat (AS) berpotensi terhambat. Kekhawatiran dunia usaha terhadap pemulihan ekonomi dan kemungkinan pemilu AS yang tidak meyakinkan meningkat.

Meningkatnya jumlah kasus virus corona di AS maupun Eropa telah menggarisbawahi kecemasan tentang dampak pandemi terhadap pertumbuhan global yang berjuang untuk kembali ke level sebelum pandemi.

Baca Juga

Di sisi lain, pemilihan presiden AS pada pekan depan sebenarnya dapat menghilangkan beberapa ketidakpastian terhadap belanja modal perusahaan. Hanya saja, proses pemilihan yang tidak meyakinkan akan menambah kecemasan, kata investor dan ahli strategi.

Analis memperkirakan, pengeluaran modal untuk perusahaan S&P500 akan turun hingga 11,4 persen pada tahun ini dan kembali pulih, menurut data IBES dari Refinitiv. Tapi, masih banyak ketidakpastian mengenai pemulihan tersebut.

Direktur Chase Investment Counsel di Virginia, Peter Tuz, menjelaskan, banyak faktor yang akan mempengaruhi pemulihan belanja modal perusahaan tahun depan. "Kita masih ada pemilihan presiden, Covid-19 dan dampaknya ke ekonomi di seluruh dunia, dan apakah kita akan melihat pengeluaran stimulus tambahan di Amerika," ujarnya.

Ketidakpastian pemilu yang diperparah oleh kegagalan anggota parlemen dalam menyetujui stimulus fiskal baur telah mendorong saham AS turun tajam pada Rabu (28/10). Penutupan Dow berada pada posisi terendah sejak akhir Juli.  

Dalam komentar baru-baru ini, ahli strategi Goldman Sachs memperkirakan adanya rebound 10 persen dalam belanja modal S&P 500 pada 201. Tapi, mereka juga mengasumsikan, ketidakpastian mengenai vaksin dan pemilihan presiden AS membuat pemulihan akan tertahan.

Kepala ekonom pasar di Spartan Capital Securities di New York, Peter Cardillo mengatakan, investor fokus pada kemungkinan pelemahan ekonomi yang berkepanjangan. “Itu akan menahan investasi modal dan hal-hal semacam itu. Ke depannya, akan sangat memungkinkan pertumbuhannya negatif,” ujarnya.

Satu-satunya belanja modal yang tumbuh positif adalah teknologi. Hal ini seiring dengan peningkatan kebutuhan perusahaan terhadap teknologi dan informasi. Banyak di antara perusahaan berinvestasi dalam peralatan dan perangkat lunak yang lebih baik.

Data Refinitiv juga menujnukkan, sektor S&P 500 yang diperkirakan mengalami pertumbuhan belanja modal adalah teknologi informasi dan layanan komunikasi. Belanja modal teknologi diperkirakan meningkat 4,9 persen dibandingkan 2019, sedangkan layanan komunikasi tumbuh 1,3 persen.

"Teknologi semakin mendapatkan manfaat dari belanja modal," ujar kepala strategi pasar di Prudential Financial di Newark, New Jersey, Quincy Krosby.

Peningkatan belanja modal terhadap teknologi sebenarnya sudah terjadi sejak bertahun-tahun, tapi kini semakin tumbuh signifikan. Kerja jarak jauh akibat pandemi Covid-19 menjadi faktor utamanya.

Pengeluaran perusahaan untuk penelitian dan pengembangan serta perawatan kesehatan juga kemungkinan meningkat karena mereka terus meneliti serta menguji perawatan untuk menghadapi virus corona.

Tapi, di sektor lain seperti industri dan energi, proyeksinya suram. Belanja modal oleh sektor industri diperkirakan turun 20,8 persen tahun ini, sedangkan belanja untuk material dan energi masing-masing menyusut 27 persen dan 35 persen.

"Kombinasi jatuhnya harga minyak dan pandemi hingga mengakibatkan resesi telah menyebabkan jatuhnya profitabilitas energi," tulis ahli strategi Goldman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement