Rabu 28 Oct 2020 04:53 WIB

Masyarakat Takut Berpendapat, Tamparan Keras untuk Demokrasi

UUD 1945 menjamin perlindungan HAM sesuai prinsip negara hukum yang demokratis.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi kebebasan berpendapat] Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia soal bahwa 47,7 persen dari 1.200 responden menyatakan agak setuju warga makin takut menyatakan pendapat dan 37,9 persen responden juga menyatakan agak setuju bahwa aparat makin bertindak semena-mena menjadi tamparan bagi pemerintah Indonesia saat ini.
Foto: mgrol101
[Ilustrasi kebebasan berpendapat] Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengatakan hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia soal bahwa 47,7 persen dari 1.200 responden menyatakan agak setuju warga makin takut menyatakan pendapat dan 37,9 persen responden juga menyatakan agak setuju bahwa aparat makin bertindak semena-mena menjadi tamparan bagi pemerintah Indonesia saat ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti hasil survei terbaru Indikator Politik Indonesia soal bahwa 47,7 persen dari 1.200 responden menyatakan agak setuju warga makin takut menyatakan pendapat dan 37,9 persen responden juga menyatakan agak setuju bahwa aparat makin bertindak semena-mena. ICJR mengatakan ini menjadi tamparan bagi Pemerintah Indonesia saat ini. 

"Pasal 28I ayat (5) UUD 1945 telah menyatakan jaminan penegakan dan perlindungan hak asasi manusia yang dijalankan dengan prinsip negara hukum yang demokratis," kata Direktur Eksekutif ICJR Erasmus A.T. Napitupulu dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Selasa (27/10).

Baca Juga

ICJR mencatat, pada aksi penolakkan Omnibus Law Cipta Kerja Oktober 2020 lalu, Koalisi Reformasi Sektor Keamanan melaporkan aparat kepolisian melakukan penggunaan kekuatan secara berlebihan. Erasmus mengatakan, Polisi juga melakukan penangkapan sewenang-wenang tanpa adanya proses hukum. 

Hingga 26 Oktober 2020, Polda Metro Jaya melaporkan telah menangkap 2.667 orang sepanjang tiga demonstrasi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja pada 8, 13, dan 20 Oktober 2020. "Dari angka itu, bahkan diketahui 70 persen yang ditangkap merupakan pelajar, dan di bawah umur, maka perlakuan harus diberikan secara khusus kepada anak dalam ruang pelayanan khusus dan harus dilakukan penghindaran penahanan dan upaya-upaya represif lainnya," ujarnya.

Erasmus mengungkapkan, aparat juga melakukan tindakan berlebihan terhadap warga dengan melakukan penggeledahan, penyitaan dan pengaksesan tanpa dasar terhadap telepon genggam. Tidak hanya itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga mencatat sebanyak 56 jurnalis menjadi korban kekerasan dari aparat kepolisian saat meliput aksi demonstrasi 7 hingga 21 Oktober 2020.

"Tindakan sewenang-wenang ini jelas bukan yang pertama kalinya terjadi, hal yang sama terjadi pada demonstrasi #ReformasiDikorupsi September 2019 lalu, aksi pada masa pemilu Mei 2019 lalu dan banyak lainnya," ucapnya.

ICJR juga menilai pelaku kekerasan yang merupakan aparat negara tidak secara akuntabel dan transparan diproses hukum secara tuntas. Kontras pada Juli 2020 melaporkan, dalam satu tahun terakhir tidak ada kasus kekerasan oleh anggota kepolisian yang dituntaskan melalui mekanisme peradilan pidana.

Sedangkan dari laporan AJI Indonesia yang ia terima, jurnalis yang menjadi korban kekerasan sulit untuk mendapatkan keadilan. Pada 2019 AJI melaporkan 53 kasus kekerasan jurnalis, hanya 1 yang pelaku yang diproses melalui sidang etik. 

"Dari fenomena ini dapat terlihat meskipun aparat cenderung bertindak sewenang-wenang, namun impunitas terhadap aparat tersebut terus terjadi," ungkapnya. 

Erasmus meminta agar hal tersebut menjadi sorotan bagi Pemerintah dan DPR untuk mempercepat langkah untuk perbaikan substansial hukum acara pidana di Indonesia. Menurutnya RKUHAP yang saat ini telah masuk dalam daftar Prolegnas DPR periode 2020-2024 juga perlu menjamin adanya pengetatan pengawasan, membentuk sistem akuntabilitas yang kuat bagi institusi aparat penegak hukum yang menjalankan proses penyidikan-penuntutan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement