Selasa 27 Oct 2020 16:33 WIB

Kampanye Anti-Arab dan Islam di Amerika Serikat Abad ke-21

Anti-Islam dan Anti-Arab dijadikan komoditas politik di Amerika Serikat

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
 Anti-Islam dan Anti-Arab dijadikan komoditas politik di Amerika Serikat. Ilustrasi umat Islam di Mother Mosque atau masjid ibu di IOWA, Amerika Serikat
Foto: tripadvisor.com
Anti-Islam dan Anti-Arab dijadikan komoditas politik di Amerika Serikat. Ilustrasi umat Islam di Mother Mosque atau masjid ibu di IOWA, Amerika Serikat

REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN – Selama abad yang lalu, ada sejarah panjang dan tragis terkait kebijakan domestik yang menargetkan orang-orang keturunan Arab. Kami telah menjadi sasaran perlakuan diskriminatif oleh penegak hukum, otoritas imigrasi, dan oleh Administrasi Partai Demokrat dan Partai Republik. 

Selain kebijakan yang menyakitkan ini, penting untuk dicatat peran yang dimainkan dengan mengkambinghitamkan Arab dalam politik Amerika Serikat 

Baca Juga

Hal itu disampaikan James J Zogby dalam artikel opininya yang dimuat di Jordan Times, Senin (26/10) waktu setempat. Zogby adalah pendiri dan presiden Institut Arab Amerika. Lembaga yang berbasis di Washington ini melakukan penelitian politik dan kebijakan komunitas Arab-Amerika.  Dalam "The Politics of Exclusion", yang diterbitkan pada 1990 oleh Institut Arab Amerika, telah didokumentasikan soal pengalaman menyakitkan dari kandidat Arab Amerika yang menjadi sasaran lawan mereka karena faktor darah Arabnya. 

Atau contoh di mana kandidat untuk jabatan lokal dan federal memancing lawannya karena menerima sumbangan dari Arab Amerika atau karena memiliki staf yang berasal dari keturunan Arab. Akibatnya, beberapa kandidat menjadi takut menerima dukungan dari Arab Amerika. 

Banyak contoh. Misalnya pada 1983, seorang Demokrat yang mencalonkan diri sebagai Walikota di Philadelphia ditantang lawannya dari Partai Republik karena menerima kontribusi dari Arab Amerika. Dia menanggapinya dengan mengembalikan donasi yang telah diberikan. Pada 1984, Walter Mondale mencalonkan diri sebagai presiden dan mengembalikan uang kepada donatur Arab Amerika.

Kemudian, pada 1988, kampanye kepresidenan Michael Dukakis menolak dukungan Arab Amerika. Pada tahun-tahun berikutnya, seorang Anggota Kongres Partai Republik yang mencalonkan diri sebagai Senat meminta para pemimpin Arab Amerika untuk tidak berkontribusi dalam kampanyenya seperti yang dilakukan seorang Demokrat yang mencalonkan diri sebagai wali kota di New York City.

Semua tindakan diskriminasi ini dimotivasi kekhawatiran terasingkannya para pemilih Yahudi dan didorong kampanye sejumlah organisasi besar Yahudi Amerika, termasuk Anti-Defamation League, American Jewish Committee, dan AIPAC, yang menerbitkan "daftar hitam" peringatan akan munculnya pemimpin dan kelompok Arab Amerika yang dianggap "anti-Israel". Dengan demikian harus dijauhi.

Selama dua dekade berikutnya, terutama setelah penandatanganan Kesepakatan Oslo, pengecualian bagi Arab Amerika ini agak surut. Namun datang lagi selama kampanye presiden 2008, sebagai upaya eksklusif yang dipimpin Partai Republik dan berubah menjadi fenomena yang sebagian besar anti-Muslim.

Kandidat Wakil Presiden Sarah Palin memicu kemarahan anti-Arab dan anti-Muslim dalam membingkai penentangannya terhadap calon dari Partai Demokrat, Barack Obama. Upaya untuk memusatkan perhatian pada "keanehan" Obama ini menghasilkan pertemuan yang dilakukan Senator John McCain, calon GOP, di balai kota.

Ketika disapa seorang penanya yang bersikeras bahwa Obama adalah seorang Arab, McCain menjawab, "Tidak, dia family man yang baik." Meski digembar-gemborkan beberapa media sebagai tanda kebangsawanan McCain, masih banyak yang tidak begitu terkesan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement